Selasa, 13 Mei 2014

DI BELAHAN DUNIA LAIN

PART VI

Hari ini kamu berjarak jauh dengan semua hal tentangku. Samudera menjadi jarak. Tapi, entah kenapa aku tak merasa sedih menyadarinya. Suara hiruk pikuk Kota Daeng seakan menenggelamkanku dalam aktivitas yang tak bisa ku tolak, hingga akhirnya aku lupa rasanya.

http://akmalzaz.blogspot.com/
Tak ada yang spesial, tak ada yang istimewa, hanya doa lirih menenggelamkanku di pagi ini. Sepenggal doa untukmu yang akan berjuang untuk masa depanmu. Tak ada yang bisa ku jaminkan, tak ada yang bisa ku persembahkan selain doa lirih ini disujud pagiku. Semoga saja Tuhan yang punya kuasa akan makhluknya memberikan kita ketenangan dijalan kita masing-masing. 

Dunia sepertinya cerah, semuanya begitu jelas. Aku lupa jika aku menangisimu sabang hari yang lalu. Aku lepaskan semuanya, hingga semuanya begitu tenang sekarang. Tak ada riak gelombang lautan yang biasanya ku haturkan untukmu. Tak ada sinaran pagi yang ku jamah untuk menyambutmu. Dan tak ada apa-apa. Semuanya tertelan waktu yang mengiris sendimen pondasi hati. 

Ada rasa lega yang mengaminiku untuk rela. Mereka mengaminiku untuk mengatakan,  yah... biasa aja kenapa? Kenapa mesti nuntut banyak? Kamu emang siapanya? Mereka mengatakan itu padaku berkali-kali ketika aku bercerita. Haahhh... Bertanya sama cermin memang selalu begitu jawabannya. Kali-kali memberiku semangat untuk berharap, dia malah mengaminiku untuk tidak. Kalau soal itu sih, kamu pernah bilang 'jangan berharap banyak'. Saat itu ku pikir ya mungkin kamu hanya melontarkan rasa jengkelmu, tapi ternyata itu doa untukku loh. Dan terkabul. Hahaha...

Entahlah mungkin besok akan berbeda ceritanya, mungkin aku kembali berharap banyak padamu. Tapi semoga saja tidak. Ya, kan kalau berharap lagi berarti ending kisahnya beda lagi dong. Kasian sama aktrisnya pasti capek. 

Aku tidak berniat untuk mengakhiri kisah ini. Hanya saja semuanya sekarang jauh berbeda. Kamunya aku, Akunya kamu, Kitanya aku, Kitanya, kamu semuanya sekarang berbeda sayang. Aku hanya mundur beberapa langkah dari jalan dimana kita beriringan. Aku tak berbelok ke kanan atau ke kiri, juga tidak mengambil arah jalan lain bersama orang lain. Aku hanya butuh istirahat sebentar. Jika aku masih bisa bertahan untuk mengejar langkahmu, mungkin aku akan menyusulmu, tapi kalau tidak ya itulah namanya takdir. Tak ada yang bisa menyalahkannya. 

Aku sangat percaya, kamu adalah orang-orang pilihan yang akan sukses dengan usahamu. Kamu tahu kenapa? Ya karena aku percaya saja. Seperti percayanya aku kalau semua hal itu butuh yang namanya waktu berkualitas, dengan siapapun. Bukan hanya soal beradu pandang, saling memperhatikan jerawat, tetapi moment yang dibangun pas dan diwaktu yang tepat dengan orang yang kau pilih diantara semua pilihanmu.

Kalau ditanya waktu kamu mengabaikan perasaanku rasanya, panas dingin, takut, dll juga khawatir jika tiba-tiba takdir tidak berpihak untukku. Ditanya soal ikhlas apa enggak jika aku diabaikan olehmu ketika itu, aku akan menanggapinya sekarang dengan santai. Bahwa semua hal itu ada momentnya tersendiri, dengan siapapun. Mungkin saat itu kamu tidak berniat begitu, hanya saja kamu butuh ruang untukmu sendiri. Iya kan? Dan lucunya dan gilanya juga negatifnya, aku berpikiran kamu lupa dan tidak mengingatku, karena kau lupa untuk menyapaku. Ya maaf... Aku baru menyadarinya sekarang, walau sangat telat mohonlah kamu mengerti sayang.  Tapi janganlah kamu pikirkan itu, hatiku sudah luluh lantah ketika itu. Tak ada perbaikan, aku memaafkan hanya saja susah lupanya. Mungkin aku juga butuh ruang untukku sendiri yak.

Katanya teman, bukan soal intensnya bertemu tapi komunikasi intens, diwaktu berkualitas itulah pondasinya. 

Baiklah, kisah kita sepertinya, seperti itulah sayang, momentnya belum tepat untuk kitanya aku dan kitanya kamu. Spesial atau istimewa, bahagia atau tidak, kita yang bertanggung jawab atas diri kita masing-masing. Aku memilih untuk membuat kebahagian itu datang padaku dengan menerima apa yang menjadi imbalan atas mencintaimu, termasuk siap untuk menghapus air mataku sendiri.

Bersambung...

Penulis: Sitti Marlina

Tidak ada komentar:

Posting Komentar