Jumat, 22 April 2011

Cerita Bersambung


Come Here Love!!!...
   Pertama kali mengenalnya ditaman bunga dekat rumah. Dia menangis terisak-isak memainkan jarinya ditombol handphone Nexian-G700. Raut mukanya begitu lusuh, dengan garis tebal dibawah matanya memberi keterangan dia kurang tidur. 
Ia masih terisak, ku sodorkan tisu kepadanya. Dia memandangku sejenak kemudian mengambil tisu itu dari tanganku. Ku perhatikan wajahnya sekali lagi kemudian melemparkan pandanganku pada hamparan lapangan hijau didepanku. Hari kerja begini suasana taman sepi. Mungkin karena ini pula dijadikan kesempatan untuk menangis ditengah taman ini.

“aku Rendi, boleh saya tahu nama kamu?”. Ku sodorkan tanganku, dan duduk disampingnya. Di kursi besi yang warna cat birunya sudah terkelupas.

“penting untuk mengenal saya?” dia balik bertanya

“mungkin tidak penting, tapi anggap saja dengan menyebut nama kamu berarti membayar tisu yang kamu pakai menghapus air mata”.  Aku masih memandang hamparan lapangan luas yang pada hari libur dipenuhi oleh orang-orang untuk memuaskan nafsu gila bolanya.

“sisi, panggil saja sisi” katanya mulai mengakrabkan diri

“betah nangis disini?”. tanyaku iseng.

Sisi memandangiku sejenak. “sepertinya aku membuatnya tidak nyaman”. Pikirku dalam hati. Dia menghela nafas panjang, kemudian berdiri memandangiku.

“aku sisi, kuliah di salah satu universitas terkemuka di Makassar, jurusan manajemen, angkatan 2006, dan tahu kan sekarang semester berapa?, pastinya kan”. Jelasnya membuatku terheran-heran.

Sisi bercerita panjang dengan keadaan keluarganya. Ia anak tunggal. ibunya seorang pengacara handal dan ayahnya seorang pengusaha garmen nasional. Semua hal yang diinginkan oleh anak-anak pada umumnya sudah dia dapat bahkan lebih dari anak-anak pada umumnya. Satu hal yang tidak didapat dari orang tuanya adalah tak pernah ada waktu yang tersisa untuk dirinya . ayahnya yang selalu keluar kota, ibunya yang sibuk dengan jadwal persidangannya membuatnya semakin terasing dengan keluarganya sendiri. Bahkan tak jarang ia menyaksikan ayah dan ibunya beradu mulut. 

Hal inilah yang membuatnya jadi uring-uringan.

Hingga suatu hari dia bertemu dengan Satria, cowok yang dia anggap sebagai cinta sejatinya. Namun, ia salah .Satria malah membuat lubang besar dihatinya. Satria selingkuh dengan Fira, sahabat Sisi. Bukan hanya itu isi kartu ATM Sisi ludes dilalap sama Satria.

Sembari menceritakan kisahnya, sesekali ku curi kesempatan memandang wajah sendunya. air matanya tidak berhenti mengalir. Sesekali ia berusaha menguatkan dirinya dengan menarik nafas dalam-dalam.

Manusia memang tak pernah ada rasa puasnya. Itu diakui sendiri Sisi yang berdiri dihadapanku. Kedua kalinya aku bertemu dengannya setelah dua bulan lalu bertemu ditaman. Kini aku janjian bertemu di kafetaria, tepatnya sore ini. Matahari yang hendak beristirahat memancarkan sinarnya yang keemasan menjadi saksi tawa kami yang begitu lepas. Sepertinya tidak ada beban yang berada dipundak. Mungkin terlepas untuk sementara waktu.

“gimana kuliahnya?” tanyaku memandang riak air laut. Yah, melihat riak itu aku teringat akan riak-riak kecil yang terjadi dalam kehidupan ini memberikan warna tersendiri bagiku.

“lebih baiklah dari sebelumnya” jawabnya tak bergeming dengan tatapannya yang tertuju pada matahari. “suatu saat nanti aku akan berdiri menatap matahari tanpa berkedip”.

Sisi, ternyata bara api yang ada dalam hatimu menjadikan kau lebih kuat. Tapi tidak seperti ini yang aku mau. Aku ingin kau berdiri kuat dan tegar dengan rasa ikhlas dihati. Tapi aku melihatmu sekarang berbeda. Apakah kau merasa tersakiti? Apa kau tidak bisa melupakannya?. Batinku menjerit melihat air mata itu mengalir diwajah manismu.

Matahari sudah tak menampakkan sinar terangnya berganti keremangan. Sayup-sayup suara adzan terdengar memanggil kaum muslim untuk melaksanakan kewajibannya melaksanakan shalat magrib. Aku pun bergegas, ingin mengakhiri pertemuan jelang malam ini.

“oh yah, aku mau balik udah magrib neh, kamu pulang naik apa?,”tanyaku menghabiskan jus orange yang aku pesan tadi.

“aku bawa mobil kok,”jawabnya memainkan kunci mobil ditangannya.

“aku duluan ya,”


Bersambung....

Sebuah Kisah Untuk Dilirik

Terkadang aku berpikir kalau aku terlalu sulit untuk dipahami dan aku terlalu mudah memahami seseorang. Aku masih mencari sesuatu yang aku tidak tahu seperti apa dan dimana aku bisa menemukannya. Saat ini aku masih berpikir jiwaku masih dikuasai oleh seribu ambisi. Namun saat tertentu aku begitu terpikat dengan hidup seseorang dan apalah itu yang membuatku berpikir untuk jadi yang lebih baik.

Hingga sampai detik ini aku masih berpikir untuk menjadi Lina yang ku mau. Walaupun pada akhirnya aku tidak bisa berdiri sendiri menatap matahari. Dan semakin aku memaksakan diriku aku semakin lemah. Dan saat aku menebar senyum palsu itu, tetesan darah luka itu makin deras.

Aku tahu aku tak begitu tegar, tapi aku tidak tahu dimana aku bisa bersandar agar aku tegar. Rasa kepemilikan hati sendiri yang membuatku tak ingin berbagi sedih dengan siapapun. dan bukan hanya itu, aku tidak bisa mempercayai orang lain untuk berbagi sedih ini. Kehilangan seseorang karena kelalaianku menjadikanku orang yang paling lemah.

Ku langkahkan kakiku menyusuri sepanjang pantai Losari. Mencari secercah ketenangan untuk hati. Ku cari kerikil atau apalah yang bisa ku gunakan untuk mengekspresikan jiwaku yang ingin memberontak.Untuk jiwa yang pergi meninggalkanku...

Makassar 2010