Senin, 12 Mei 2014

DI BELAHAN DUNIA LAIN

PART 4
Oh god, is not good for me...!!!

Suara teriakan dalam hati menghantui setiap aluran dentuman nadir yang tak jua memberi arah jelas. Dan masih berkutat dengan rasa
yang semestinya tidak kita pertemukan, karena kita tahu takdir mempermainkan perasaan. Dulu dan sekarang berbicara waktu yang mungkin saja tawa berganti tangis. Semuanya siapa yang tahu.

10 Mei 2014, pukul 22.10 harusnya waktu itu kita berbicara jarak jauh, untuk berbicara apa ada yang salah dengan kisah kita. Tapi waktu bergeming, tak memberi waktu lebih banyak lagi. Suara burung yang memecah kesunyian malam seakan memberi pertanda bahwa takdir salah membawa kita dulu hingga saat ini. Seharusnya kita tak bertemu direntang waktu yang memberi kenangan namun harus berakhir dengan pahit. Takdir tidak memihak ke kita, lebih tepatnya aku.

Sambungan seluler yang harusnya memberi ruang pada pertanyaan dan rindu yang menggebu, sepertinya harus diredam. Daun yang menyentuh seng karena permainan angin seakan meneriakkan sembilu untuk bergerak segera menusuk jantungku. Jantungku, kau disana bersemayam sayang, tapi kini kau meninggalkannya. Hingga separuh nafas aku terseok meratap takdir ini.


Aku mengingatnya 55 menit 35 detik waktu yang terluang untuk kita, tapi kamu sayang tak meluangkannya untukku. Aku hanya bisa mendengar candaan dan gelak tawamu. "Kamu baik-baik saja" kataku dalam hati. Aku tahu kamu baik-baik saja. Ku nantikan kau menyapaku disambungan seluler, hingga aku tak bisa membedakan kau menyapaku atau temanmu. Tak ada apapun. Sekiranya waktu yang dijadikan intropeksi dengan semua badai ternyata kamu memiliki banyak hal untuk bahagia dengan pilihanmu kala itu, bukan denganku. Kita bukan apa-apa lagi, bukan siapa-siapa lagi. Tak saling memiliki arti. Karena kamu benar bahagia adanya sayang tanpa adanya kita sayang.


Aku mendengar gelak tawamu sayang dengan backsound suara hiruk pikuk temanmu, juga kadang klakson kendaraan. Sementara aku, terdiam membisu menatap langit-langit berharap ada wajah lama yang ku nantikan tersenyum kepadaku. Rindu atau apapun namanya kini berbeda. Semuanya berbalik, tak bisa diperbaiki lagi. Kamu sayang, sangat baik memberiku kenangan yang bahkan kau ukir dengan baik, tapi takdir menuntun kita pada jalan berbeda dengan sendimen waktu yang tak bisa kita perbaiki lagi. Sekuat apapun kamu dan aku, jalan terlalu terjal untuk dilalui dua orang yang bernama kita. Kita dulu dan sekarang berbeda. Bahwa sebenarnya aku mengerti tulisan Tere Liye 'Daun yang jatuh tak pernah membenci angin'

Sebuah pesan singkatmu yang menandakan kau benar mengabaikan kisah ini, memberiku keterangan jelas betapa semua hal tak harus kita miliki. Betapa semua hal yang kita yakini bisa berbalik. Ragu untuk berbalik kini membulat, bahwa jalan memang berbeda. Tak ada air mata, karena sekiranya kisah harus kita akhiri dengan senyum lega. Kau hanya perlu bahagia sayang dengan mereka-mereka yang ada diantara rindu yang menyeruak di dinding bumi. 

Aku tak menyalahkanmu dalam hal ini sayang, karena yang salah itu aku. Aku yang tidak cukup kuat, tidak cukup sabar menghadapi. Mestinya rindu itu penguat tapi rindu ini adalah malapetaka untuk kita. Karena terlalu merindukanmu maka semua berbalik arah menghujamku. Karena tidak cukup kuat merindumu hingga semua kalimat tak bisa dilontarkan dan semuanya kini membeku. Dan semuanya ke titik balik nol

Kita tak harus berucap untuk semua hal, seperti sekarang ketika kita tak saling menyapa. Kau akan berjuang untuk masa depanmu. Dan aku hanya bisa mengantarmu ke gerbangnya sayang. Tak ada yang perlu dijelaskan dengan kalimat, kau adalah sahabat terbaik. Semoga tuhan memberimu kerinduan pada kisah yang lebih baik menurut-Nya. 

Kita berakhir di malam itu, tak ada lagi kita, yang tersisa kamu dan aku dan jalan kita masing-masing. Karena semuanya berbeda dan tak bisa diperbaiki lagi.

Bersambung...

Penulis: Sitti Marlina

Tidak ada komentar:

Posting Komentar