Kamis, 30 Agustus 2018

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI JUMLAH PENDUDUK MISKIN DI PROVINSI SULAWESI SELATAN


ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI JUMLAH PENDUDUK MISKIN DI PROVINSI SULAWESI SELATAN


SITTI MARLINA
PROGRAM STUDI IPS / PENDIDIKAN EKONOMI
PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomi, angkatan kerja tidak terdidik, inflasi, investasi, indeks pembangunan manusia, dan jumlah penduduk mempunyai  pengaruh yang simultan dan parsial terhadap jumlah penduduk miskin di Provinsi Sulawesi Selatan, dan gambaran etos kerja penduduk miskin di Provinsi Sulawesi Selatan. Penelitian ini menggunakan pendekatan mix method yakni gabungan penelitian kuantitatif dan kualitatif.
Teknik pengumpulan data penelitian kuantitatif dengan dokumentasi. Populasi dalam penelitian kuantitatif adalah data time series terkait pertumbuhan ekonomi, angkatan kerja tidak terdidik, inflasi, investasi, indeks pembangunan manusia, dan jumlah penduduk dan jumlah penduduk miskin di Provinsi Sulawesi Selatan dalam kurun waktu tahun 2000-2013. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode analisis regresi linear berganda dan pengujian hipotesis. Hasil analisis dan pembahasan menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi, angkatan kerja tidak terdidik, inflasi, dan indeks pembangunan manusia secara parsial berpengaruh signifikan terhadap jumlah penduduk miskin di Provinsi Sulawesi Selatan, sedangkan  investasi PMA dan PMDN, dan jumlah penduduk secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap jumlah penduduk miskin di Provinsi Sulawesi Selatan. Sementara itu secara simultan berpengaruh signifikan terhadap jumlah penduduk miskin di Provinsi Sulawesi Selatan.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif adalah wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi. Populasi dalam penelitian kualitatif adalah pedagang kaki lima ditiga kabupaten/kota dengan tingkat kemiskinan tertinggi yakni Kabupaten Bone, Kota Makassar dan Kabupaten Gowa dengan teknik Purposive Sampling. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa sikap penuh perhitungan, sikap menghargai waktu, sikap hidup hemat, sikap mampu untuk bersaing, sikap mandiri dan sikap memandang jauh masa depan memberikan kontribusi pada tingkat kemiskinan pedagang kaki lima.

Kata kunci: pertumbuhan ekonomi, angkatan kerja tidak terdidik, inflasi, investasi, indeks pembangunan manusia, jumlah penduduk, jumlah penduduk miskin, etos kerja penduduk miskin



PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang Masalah
Dewasa ini Kemiskinan menjadi trending topik di berbagai belahan dunia manapun. Kemiskinan menjadi momok yang tidak bisa dipangkas begitu saja oleh pemerintah. Bahkan program-program pemerintah untuk memangkas kemiskinan dinilai tidak langsung menyentuh bahkan mengurangi kemiskinan secara signifikan.
Sulawesi Selatan adalah salah satu provinsi di Indonesia Timur yang boleh dikata maju dalam berbagai bidang jika dibandingkan dengan provinsi lain. Kemajuan ini tak menampik bahwa kemiskinan tidak ada. Provinsi Sulawesi Selatan menduduki peringkat kedua terbanyak di Kawasan Timur Indonesia untuk jumlah penduduk miskin setelah Papua Barat di tahun 2013, padahal kita tahu pembangunannya boleh dikata pesat untuk Kawasan Timur Indonesia.
Secara umum teori-teori yang menjelaskan mengapa kemiskinan terjadi, dapat dibedakan menjadi teori yang berbasis pada pendekatan ekonomi dan teori yang berbasis pada pendekatan sosio-antropologi (nonekonomi), khususnya tentang budaya masyarakat. Teori yang berbasis pada teori ekonomi antara lain melihat kemiskinan sebagai akibat dari kesenjangan kepemilikan faktor produksi, kegagalan kepemilikan, kebijakan yang bias, perbedaan kualitas sumberdaya manusia, serta rendahnya pembentukan modal masyarakat atau rendahnya ransangan untuk penanaman modal. Disisi lain, pendekatan sosio-antropologis menekankan adanya pengaruh budaya yang cenderung melanggengkan kemiskinan (kemiskinan kultural), seperti budaya yang menerima apa adanya. Sangat yakin bahwa apa yang terjadi adalah takdir tanpa perlu disesali bahkan berusaha sekuat tenaga untuk mengubahnya.
Penyebab kemiskinan juga berkisar pada fenomena “Lingkaran Setan Kemiskinan”. Pendapatan rendah yang pada akhirnya sampai kepada ketidakberdayaan pemenuhan kebutuhan, pendidikan yang rendah hingga akhirnya hanya bisa bekerja sebagai buruh, bekerja serabutan atau menjadi pengangguran yang juga pada akhirnya sampai kepada gizi pun tidak terpenuhi. Kemudian laju pertumbuhan penduduk yang tidak terbendung yang mengantarkan pada muara semakin kurangnya sumber daya alam yang bisa digarap, selain itu laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak merata di kalangan masyarakat, inflasi yang melonjak mencekik masyarakat yang berpenghasilan stagnan, modal untuk berinvestasi yang tidak menciptakan lapangan kerja masyarakat yang diharapkan, belum lagi mutu masyarakat itu sendiri yang pada akhirnya tidak tahu cara berpikir menjadi kreatif dan produktif sehingga pengangguran meningkat dan pendapatan rendah.
Olehnya itu peranan pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan menjadi semakin penting sekarang ini. Dalam Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan (SNPK) yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat pada 2005 menyatakan perlunya kontribusi semua pemangku kepentingan, termasuk pemerintah daerah dalam upaya bersama untuk mengurangi kemiskinan. Dengan demikian tuntutan keterlibatan aktif pemerintah daerah dalam menyediakan pelayanan publik guna menanggulangi kemiskinan semakin jelas dan penting untuk dilaksanakan. Olehnya itu perlu pertimbangan-pertimbangan data makro regional untuk menjadi acuan program pengentasan kemiskinan.
B.     Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah pertumbuhan ekonomi, angkatan kerja tidak terdidik, inflasi, investasi, indeks pembangunan manusia,dan jumlah penduduk mempunyai  pengaruh yang simultan dan parsial terhadap jumlah penduduk miskin dan bagaiman gambaran etos kerja penduduk miskin di Provinsi Sulawesi Selatan?
C.     Tujuan Penelitian
tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomi, angkatan kerja tidak terdidik, inflasi, investasi, indeks pembangunan manusia,dan jumlah penduduk secara simultan dan parsial terhadap jumlah penduduk miskin dan gambaran etos kerja penduduk miskin di Provinsi Sulawesi Selatan.
TINJAUAN PUSTAKA
A.Deskripsi Teoretis
1. Kemiskinan
22
 
Kemiskinan di sebagian negara justru ditandai dengan kelaparan, kekurangan gizi, ketiadaan tempat tinggal, mengemis, tidak dapat sekolah, tidak punya akses air bersih dan listrik. Definisi kemiskinan biasanya sangat bergantung dari sudut mana konsep tersebut dipandang.
Bank Dunia mendefinisikan kemiskinan sebagai “Poverty is lack of shelter. Poverty is being sick and not being able to see a doctor. Poverty is not being able to go to school and not knowing how to read. Poverty is not habing a job, is fear of the future, iving one a day at time. Poverty is losing a child to illness brought about by unclean water. Poverty is powerlessness, lack of representation and freedom”. Kemiskinan berkenaan dengan ketiadaan tempat tinggal, sakit dan tidak mampu untuk berobat ke dokter, tidak mampu untuk sekolah dan tidak tahu baca tulis. Kemiskinan adalah bila tidak memiliki pekerjaan sehingga takut menatap masa depan, tidak memiliki akses akan sumber air bersih. Kemiskinan adalah ketidakberdayaan, kurangnya representasi dan kebebasan. Lebih sederhana, Bank Dunia (2000) mengartikan bahwa kemiskinan adalah kekurangan, yang sering diukur dengan tingkat kesejahteraan.
Definisi Kemiskinan dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, antara lain:
1)      Kemiskinan menurut standar kebutuhan hidup layak. Kelompok ini berpendapat bahwa kemiskinan terjadi ketika tidak terpenuhinya kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar. Artinya, seseorang atau suatu rumah tangga termasuk dalam kategori miskin bila ia atau keluarga itu tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok sesuai dengan standar hidup layak. Kemiskinan tersebut disebut juga dengan kemiskinan absolut.
2)      Kemiskinan menurut tingkat pendapatan. Pandangan ini berpendapat bahwa kemiskinan terjadi dsebabkan oleh kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup layak.
Bila kita lihat lebih teliti bahwa inti dari kedua sudut pandang itu adalah sama, yaitu ketidakmampuan memenuhi kebutuhan pokok atau hidup layak, itulah yang disebut dengan kemiskinan menurut basic needs approach.
2. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan pendapatan nasional secara berarti (dengan meningkatnya pendapatan perkapita) dalam suatu  periode perhitungan tertentu. Menurut Schumpeter, pertumbuhan ekonomi adalah pertambahan output (pendapatan nasional yang disebabkan oleh pertambahan alami dari tingkat pertambahan penduduk dan tingkat tabungan). Sedangkan menurut pakar ekonomi pembangunan, pertumbuhan ekonomi adalah merupakan istilah bagi negara yang telah maju untuk menyebut keberhasilan pembangunannya, sementara itu untuk negara yang sedang berkembang digunakan istilah pembangunan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi mengaitkan dan menghitung antara tingkat pendapatan nasional dari satu periode ke periode berikutnya. Angka pertumbuhan ekonomi umumnya dalam bentuk prosentase dan bernilai positif, tapi juga mungkin saja bernilai negatif. Negatifnya pertumbuhan ekonomi tentu saja disebabkan adanya penurunan yang lebih besar dari pendapatan nasional tahun berikutnya dibandingkan tahun sebelumnya.
Dalam teori ekonomi banyak teori-teori dan model-model mengenai pertumbuhan ekonomi baik yang berasal dari mazhab klasik, neoklasik, maupun yang modern (Keynesian). Teori ekonomi yang masih relevan hingga kini misalnya adalah teori pertumbuhan ekonomi klasik dari Adam Smith dan David Ricardo, alasannya teori pertumbuhan ekonomi dari mazhab klasik ini bertumpu pada kekuatan modal dan sumber daya manusia sebagai tulang punggung peningkatan pendapatan nasional. Teori lain tentang pertumbuhan ekonomi adalah teori pertumbuhan berimbang dan tak berimbang, model pertumbuhan Harrod-Domar yang mengandalkan tabungan dan modal sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi, model pertumbuhan neoklasik dari Meade dan lain sebagainya.
Pada umumnya semua teori dan model yang dikemukakan oleh para pelopor teori ekonomi bertujuan menjelaskan dan “menyarankan” tentang bagaimana mengelola sumber daya (manusia, alam, dan teknologi) agar perekonomian dapat berjalan dengan mantap dan stabil sesuai dengan kekuatan dan yang diinginkan oleh masyarakatnya. Meskipun pada kenyataannya kebanyakan dari teori pertumbuhan ekonomi hanya sebatas pada kajian ilmiah karena sukar untuk dilaksanakan (umumnya disebabkan oleh asumsi dan penyederhanaan telaah), namun pada kasus tertentu bagian dari teori tersebut sering disitir/dicuplik untuk menguatkan pendapat, misalnya teroi pertumbuhan tak berimbang yang banyak dijadikan tameng untuk pembangunan yang menganut konsep Trickedown effect dan lain sebagainya.
3. Angkatan Kerja tidak Terdidik
Jumlah penduduk yang makin besar telah membawa akibat jumlah angkatan kerja yang semakin besar pula. Ini berarti makin besar pula jumlah orang yang mencari pekerjaan atau menganggur. Agar dapat dicapai keadaan yang seimbang maka seyogyanya mereka semua dapat tertampung dalam suatu pekerjaan yang cocok dan sesuai dengan keinginan serta keterampilan mereka. Ini akan membawa konsekuensi bahwa perekonomian harus selalu menyediakan lapangan-lapangan pekerjaan yang cocok dan sesuai dengan keinginan serta keterampilan mereka.
Salah satu masalah yang biasa muncul dalam bidang angkatan kerja adalah ketidakseimbangan antara permintaan akan tenaga kerja (demand for labor) dan penawaran tenaga kerja (supply of labor), pada suatu tingkat upah (Kusumowidho, 1981). Ketidakseimbangan tersebut dapat berupa: (a) lebih besarnya penawaran dibanding permintaan terhadap tenaga kerja (adanya excess supply of labor), dan (b) lebih besarnya permintaan disbanding penawaran tenaga kerja (adanya excess demand for labor).
Ada dua teori penting perlu dikemukakan dalam kaitannya dengan masalah ketenagakerjaan. Pertama adalah teori Lewis (1959) yang mengemukakan bahwa kelebihan pekerja merupakan kesempatan dan bukan suatu masalah. Kelebihan pekerja satu sektor akan memeberikan andil terhadap pertumbuhan output dan penyediaan pekerja di sektor lain.
Ada dua struktur di dalam perekonomian Negara berkembang yaitu sector kapitalis modern dan sektor subsisten terbelakang. Menurut Lewis sektor subsisten terbelakang tidak hanya terdiri dari sektor pertanian, tetapi juga sektor informal seperti pedagang kaki lima dan pengecer Koran.
Tenaga kerja tidak terdidik adalah salah satu masalah makroekonomi. Kualitas tenaga kerja dalam suatu negara dapat ditentukan dengan melihat tingkat pendidikan negara tersebut. Sebagian besar tenaga kerja di Indonesia, tingkat pendidikannya masih rendah. Hal ini menyebabkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi rendah. Minimnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan rendahnya produktivitas tenaga kerja sehingga hal ini akan berpengaruh terhadap rendahnya kualitas hasil produksi barang dan jasa.
4. Inflasi
Inflasi adalah proses kenaikan harga-harga secara terus-menerus. Akibat dari inflasi secara umum adalah menurunnya daya beli masyarakat karena secara riil tingkat pendapatannya juga menurun.
Inflasi yang terjadi di dalam suatu perekonomian memiliki beberapa dampak atau akibat sebagai berikut : Pertama, inflasi dapat mendorong terjadinya redistribusi pendapatan diantara anggota masyarakat, dan inilah yang disebut efek redistribusi dari inflasi (redistribution effect of inflation). Hal ini akan mempengaruhi kesejahteraan ekonomi dari anggota masyarakat, sebab redistribusi pendapatan yang terjadi akan menyebabkan pendapatan riil satu orang meningkat, tetapi pendapatan riil orang lainnya jatuh.
Kedua, inflasi dapat menyebabkan penurunan dalam efisiensi ekonomi (economic efficiency). Hal ini terjadi karena inflasi dapat mengalihkan sumberdaya dari investasi yang produktif (productive investment) ke investasi yang tidak produktif (unproductive investment) sehingga mengurangi kapasitas ekonomi produktif. Ini yang disebut “efficiency effect of inflation”.
Ketiga, inflasi juga dapat menyebabkan perubahan - perubahan didalam output dan kesempatan kerja(employment), dengan cara yang lebih langsung yaitu dengan memotivasi perusahaan untuk memproduksi lebih atau kurang  dari  yang telah dilakukan, dan juga memotivasi orang untuk bekerja lebih atau kurang dari yang telah dilakukan selama ini. ini disebut “output and employment effect of inflation”.
Keempat,  inflasi dapat menciptakan suatu lingkungan yang tidak stabil (unstable environment) bagi keputusan ekonomi. Jika sekiranya konsumen memperkirakan bahwa tingkat inflasi  di masa mendatang akan naik, maka akan mendorong mereka untuk melakukan pembelian barang - barang dan jasa secara besar - besaran pada saat sekarang ketimbang mereka menunggu dimana tingkat harga sudah meningkat lagi. Begitu pula halnya dengan bank, atau lembaga  peminjaman (lenders) lainnya, jika sekiranya mereka menduga bahwa tingkat inflasi akan naik dimasa mendatang, maka mereka akan mengenakan tingkat bunga yang tinggi atas pinjaman yang diberikan sebagai langkah proteksi dalam menghadapi penurunan pendapatan riil dan kekayaan (losses of real nincome and wealth) (Bradley, 1985;95).
5. Indeks Pembangunan Manusia
Indeks pembangunan manusia (IPM) adalah pengukuran perbandingan dari angka harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup untuk semua negara seluruh dunia.
Indeks pembangunan manusia merupakan indeks komposit yang digunakan untuk mengukur pencapaian rata-rata suatu negara dalam tiga hal mendasar pembangunan manusia, yaitu: lama hidup, yang diukur dengan angka harapan hidup ketika lahir dan angka kematian bayi (infant mortality rate); pendidikan yang diukur berdasarkan rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf penduduk usia 15 tahun ke atas; dan standar hidup yang diukur dengan pengeluaran per kapita yang telah disesuaikan menjadi paritas daya beli. Nilai indeks ini berkisar antara 0-100.
6. Investasi
Investasi berasal dari kata invest yang berarti menanam atau menginvestasikan uang atau modal. Istilah investasi atau penanaman modal merupakan istilah yang dikenal dalam kegiatan bisnis sehari-hari maupun dalam bahasa perundang-undangan. Istilah investasi merupakan istilah yang populer dalam dunia usaha, sedangkan istilah penanaman modal lazim digunakan dalam perundang-undangan. Namun pada dasarnya kedua istilah tersebut mempunyai pengertian yang sama, sehingga kadangkala digunakan secara interchangeable.
Peran investasi sangat penting dalam pembangunan ekonomi, tidak saja dalam konteks makro, juga dalam konteks mikro. Menurut Situmorang (53: 2011), investasi adalah salah satu komponen permintaan akhir dalam perspektif ekonomi makro, yang menjadi keseimbangan internal pada suatu keseimbangan pasar produk. Pada sisi lain, secara mikro investasi mencerminkan dunia usaha karena sumber investasi adalah dunia usaha. Dalam konteks perkembangan hubungan internasional, investasi selalu menjadi topik utama pembicaraan. Setiap kepala negara atau pemerintahan negara selalu memasukkan investasi sebagai tolok ukur keberhasilan hubungan bilateral dan multilateral. Karena begitu pentingnya investasi, maka investasi dinyatakan sebagai mesin penggerak pertumbuhan ekonomi dan pembangunan (engine of growth).
7. Jumlah Penduduk
Menurut Sadono Sukirno (1997), perkembangan jumlah penduduk bisa menjadi faktor pendorong dan penghambat pembangunan. Faktor pendorong karena, pertama, memungkinkan semakin banyaknya tenaga kerja. Kedua, perluasan pasar, karena luas pasar barang dan jasa ditentukan oleh dua faktor penting, yaitu pendapatan masyarakat dan jumlah penduduk. Sedangkan penduduk disebut faktor penghambat pembangunan karena akan menurunkan produktivitas, dan akan terdapat banyak pengangguran. Negara sedang berkembang kebanyakan mengalami laju pertumbuhan penduduk yang tinggi, fakta menunjukkan tiga per empat penduduk dunia tinggal di negara-negara sedang berkembang. Masalah kependudukan yang dihadapi yaitu tingginya tingkat kelahiran dan tinggi pula angka kematiannya, akan tetapi masih besar angka kelahirannya. Kelahiran yang tinggi salah satunya disebabkan oleh usia pernikahan yang masih dini, dan kurangnya pengetahuan akan KB. Sementara itu angka kematian yang tinggi disebabkan oleh masih rendahnya kualitas kesehatan yang dimiliki penduduk negara sedang berkembang.
Berbagai masalah dalam masyarakat akan timbul sebagai akibat adanya tekanan penduduk tersebut. Pada gililarannya, hal ini dapat menyebabkan tekanan yang berkelanjutan terhadap standar hidup manusia, baik dalam artian ruang maupun output.
8. Etos Kerja
Menurut Anoraga (1992) Etos Kerja merupakan suatu pandangan dan sikap suatu bangsa atau umat terhadap kerja. Bila individu-individu dalam komunitas memandang kerja sebagai suatu hal yang luhur bagi eksistensi manusia, maka Etos Kerjanya akan cenderung tinggi. Sebaliknya sikap dan pandangan terhadap kerja sebagai sesuatu yang bernilai rendah bagi kehidupan, maka Etos Kerja dengan sendirinya akan rendah.
Sinamo (2005) memandang bahwa Etos Kerja merupakan fondasi dari sukses yang sejati dan otentik. Pandangan ini dipengaruhi oleh kajiannya terhadap studi-studi sosiologi sejak zaman Max Weber di awal abad ke-20 dan penulisan-penulisan manajemen dua puluh tahun belakangan ini yang semuanya bermuara pada satu kesimpulan utama; bahwa keberhasilan di berbagai wilayah kehidupan ditentukan oleh perilaku manusia, terutama perilaku kerja. Sebagian orang menyebut perilaku kerja ini sebagai motivasi, kebiasaan (habit) dan budaya kerja.
B. Kerangka Pikir
Penulis mengidentifikasi hal-hal yang menjadi fokus dalam penelitian kuantitatif, yakni sebagai berikut.
Skema konseptual penelitian kualitatif digambarkan sebagai berikut:

C. HIPOTESIS
Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka pikir, maka dapat dirumuskan hipotesis yaitu diduga bahwa pertumbuhan ekonomi, angkatan kerja tidak terdidik, inflasi, investasi, indeks pembangunan manusia, jumlah penduduk dan etos kerja mempengaruhi jumlah penduduk miskin di Provinsi Sulawesi Selatan.
METODE PENELITIAN
A.  JENIS PENELITIAN
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan mix method yakni gabungan penelitian kuantitatif dan kualitatif. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomi, angkatan kerja tidak terdidik, inflasi, indeks pembangunan manusia, investasi dan jumlah penduduk terhadap jumlah penduduk miskin di Provinsi Sulawesi Selatan. Penelitian ini juga dilakukan untuk mengetahui gambaran etos kerja penduduk miskin.
B.  PENELITIAN KUANTITATIF
Penelitian ini dilakukan di Provinsi Sulawesi Selatan, dimana dilakukan berdasarkan studi pustaka yang dimaksudkan untuk memperoleh data yang bersumber dari kajian pustaka yang sesuai dengan apa yang akan diteliti yakni berkaitan dengan jumlah penduduk miskin, pertumbuhan ekonomi, angkatan kerja tidak terdidik, inflasi, investasi, IPM dan jumlah penduduk yang bersumber dari Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder yang digunakan berupa bukti, catatan, atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip (data dokumenter. Dalam penelitian kuantitatif ini tidak dilakukan penarikan sampel karena populasi sekaligus menjadi sampel dalam penelitian ini.
Analisis data yang digunakan yaitu mengolah data yang diperoleh dari lokasi penelitian dengan menggunakan teknik analisis deskriptif secara kuantitatif. Adapun tahapan pengujian dalam penelitian ini yaitu, uji normalitas, uji autokorelasi, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, uji koefisien determinasi, uji regresi linear berganda, uji F dan uji T.
C.  PENELITIAN KUALITATIF
Penelitian ini dilaksanakan di tiga kabupaten/kota yakni Kabupaten Bone, Kota Makassar, dan Kabupaten Gowa. Pemilihan 3 lokasi ini dengan pertimbangan jumlah penduduk miskin tiga tertinggi di Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2013 berdasarkan data BPS Provinsi Sulawesi Selatan.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1) Pedoman observasi lapangan, (2) pedoman wawancara/ catatan lapangan, (3) catatan dokumentasi, kamera foto/video, dan alat perekam (MP4).
Subyek  penelitian ini adalah informan penelitian yaitu masyarakat pedagang kaki lima yang ada di Kabupaten Bone, Kota Makassar dan Kabupaten Gowa. Dari tiga kabupaten/kota ini kemudian merujuk ke kecamatan ibukota kabupaten yakni Kecamatan Taneteriantang di Kabupaten Bone dengan lokasi penelitian di Jl.M Husni Tamrin yang berada di Keluarahan Watampone dan Jl.Besse Kajuara Kelurahan Macege. Kota Makassar ditetapkan lokasi yakni Kecamatan Rappocini kelurahan Gunung Sari dengan subyek penelitian adalah pedagang kaki lima yang berada di depan Kampus UNM di emperan Jl.A.P.Pettarani. Kabupaten Gowa, merujuk kepada Kecamatan Somba Opu Kelurahan Tombolo dan berpusat pada Pedagang kaki lima yang berada di Lapangan Syekh Yusuf.
Pengumpulan data dilakukan dengan teknik Triangulasi yang diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada yakni wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi.
Teknik sampling yang digunakan yakni “Purposive Sampling”. Kemudian untuk meningkatkan kesahihan digunakan Triangulasi untuk pengujian kredibilitasyakni triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data dan waktu.
Analisa data  menggunakan teknik reduksi data (data reduction),  penyajian data (data display), dan penarikan kesimpulan (conclution drawing/verification).
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.GAMBARAN UMUM PROVINSI SULAWESI SELATAN
Sulawesi Selatan adalah sebuah provinsi di Indonesia, yang terletak di bagian selatan Sulawesi. Ibu kotanya adalah Makassar, dahulu disebut ''Ujung Pandang” terletak antara 0012– 80  Lintang Selatan dan 116048’ – 122036’  Bujur Timur, yang berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Barat di sebelah Utara dan Teluk Bone serta Provinsi Sulawesi Tenggara di sebelah Timur. Batas sebelah Barat dan Timur masing-masing adalah Selat Makassar dan Laut Flores.
B. HASIL PENELITIAN KUANTITAIF
1. Uji Normalitas
Tests of Normality berfungsi untuk menyimpulkan data terdistribusi normal atau tidak dengan ketentuan apabila nilai Sig. atau signifikansi atau nilai probabilitas yang terdapat pada kolom Kolmogorov-Smirnov lebih besar dari alpha atau tingkat kesalahan yang ditetapkan (> 0.05), maka data yang dianalisis tersebut terdistribusi secara normal dan sebaliknya.
Tabel. 1. Hasil Uji Normalitas Data
Variabel
Kolmogorov-Smirnova
Nilai Sig.
X1
.200*
X2
.314*
X3
.200*
X4
.200*
X5
.200*
X6
.119*
X7
.349*
Y
.200*
Dari Tabel.1 diatas diketahui bahwa data terdistribusi secara normal.
2. Uji Autokorelasi
 Ada tidaknya autokorelasi dalam penelitian ini dideteksi dengan menggunakan uji Durbin-Watson.
Tabel.2. Hasil Uji Autokorelasi
Model
R
R Square
Adjusted R Square
Durbin-Watson
1
.816a
.666
.275
3.104
Dari tabel.2 didapatkan nilai Durbin Watson d adalah 3,104. Pada alpha 5% dengan n = 14 dan k = (k-1) = 8-1 = 7 untuk dL = 0,286 dan nilai dU = 2,848. Karena nilai Durbin Watson d terletak antara 4 - dU dan 4 - dL dengan nilai statistik 4 - dU  < d < 4 - dL  yakni 4 - 284 < 3,104 < 4 – 0,286 = 1,152 < 3.104 < 3,714, maka tidak dapat disimpulkan ada atau tidak ada masalah autokorelasi, tetapi masih bisa dilanjutkan untuk pengujian hipotesis.
3. Uji Heterokedastisitas
Kriteria/ketentuan yang digunakan untuk menyatakan apakah terjadi hubungan antara data hasil pengamatan dengan niai residual absolutnya atau tidak (heterokedastisitas) yakni apabila koefisien signifikasi (nilai probabilitas) lebih besar dari alpha yang ditetapkan (Sig. > alpha), maka dapat dinyatakan tidak terjadi heterokedastisitas dan sebaliknya.
Tabel 3. Hasi Uji Heterokedastisitas
Variabel
Nilai Sig. (Residual)
X1
0,935
X2
0,626
X3
0,899
X4
0,341
X5
0,118
X6
0,748
X7
0,584
Tabel 3. menunjukkan bahwa nilai probabilitas hubungan antara data pengamatan dan nilai residual absolutnya untuk masing-masing variabel jauh diatas taraf signifikansi yang ditetapkan, yaitu 5%. Oleh karena itu, disimpulkan bahwa data yang diperoleh tidak terdapat adanya heterokedastisitas.
4.    Uji Multikolinearitas
Ada tidaknya hubungan atau koreasi antarvariabel independen atau variabel bebas (multikolinearitas) dapat diketahui atau dideteksi dengan memanfaatkan statistik korelasi Variance Inflation Factor (VIF). Apabila harga koefisien VIF untuk masing-masing variabel independen lebih besar daripada 10, maka variabel tersebut diindikasikan memiliki gejala multikolinearitas dan sebaliknya.
Tabel 4. Hasil Uji Multikolinearitas
Model
Collinearity Statistics
Tolerance
VIF
1
(Constant)


X1
.133
7.527
X2
.128
8.116
X3
.477
2.095
X4
.813
1.229
X5
.267
3.745
X6
.290
3.453
X7
.391
2.559
Berdasarkan pada output hasil analisis menggunakan VIF (lihat output analisis pada tabel Collinearity Statistic) menunjukkan bahwa harga koefisien VIF untuk semua variable inpenden < 10. Dengan demikian dinyatakan bahwa tidak terjadi multikolinearitas.
5.    Uji Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi (R2) berguna untuk mengukur seberapa besar peranan variabel independen secara bersama - sama menjelaskan perubahan yang terjadi pada variabel dependen yaitu jumlah penduduk miskin.
Tabel 5. Hasil Uji Koefisien Determinasi
Model
R
R Square
Adjusted R Square
1
.816a
.666
.275
Berdasarkan tabel 4.10 diatas, dapat dilihat bahwa nilai koefisien determinasi (R2) dari R Square adalah sebesar 0,666 atau 66,6% sehingga dapat disimpulkan bahwa 66,6% jumlah penduduk miskin di Provinsi Sulawesi Selatan dapat dijelaskan oleh variabel pertumbuhan ekonomi, angkatan kerja tidak terdidik, inflasi, investasi PMA dan PMDN, indeks pembangunan manusia dan jumlah penduduk, sedangkan 33,4% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diperhatikan pada penelitian ini.
6.    Uji Regresi Linear Berganda
Tabel 5. Hasil Uji Regresi Linear Berganda
Model
Unstandardized Coefficients
B
Std. Error
1
(Constant)
45.250
15.766
X1
-3.901
2.611
X2
-2.411
2.226
X3
1.401
.536
X4
.045
.110
X5
.016
.000
X6
16.322
10.938
X7
-.574
4.795
Berdasarkan tabel 5, maka didapatlah bentuk persamaan regresi linear berganda sebagai berikut:
Y = 45,250 - 3,901X1 - 2,411X2 + 1.401X3 + 0.045X4 + 0,016X5 + 16.322X6 -0,574X7+e
Maka disimpulkan:
1)      α = 45,250, berarti bahwa tanpa ada pengaruh dari variabel yang diteliti yakni pertumbuhan ekonomi, angkatan kerja tidak terdidik, inflasi, investasi, indeks pembangunan manusia, dan jumlah penduduk maka jumlah penduduk miskin di Provinsi Sulawesi Selatan sebesar 45,25%. Interpretasi hasil regresi, yaitu jumlah penduduk miskin (Y) adalah sebesar 45,250 dengan asumsi variabel – variabel independen dianggap konstan.
2)      β1 = -3,901. Nilai koefisien regresi pertumbuhan ekonomi sebesar -3,901. Hal ini menunjukkan bahwa setiap 1% pertumbuhan ekonomi, maka akan diikuti oleh penurunan jumlah penduduk miskin 3.901 jiwa dan sebaliknya setiap penurunan pertumbuhan ekonomi 1% maka akan diikuti oleh peningkatan jumlah penduduk miskin 3.901 dengan asumsi variabel angkatan kerja tidak terdidik, inflasi, investasi PMA dan PMDN, IPM dan jumlah penduduk dianggap konstan.
3)      β2 = -2,411. Nilai koefisien regresi angkatan kerja tidak terdidik sebesar -2,411. Hal ini menunjukkan bahwa setiap 1% angkatan kerja tidak terdidik, maka akan diikuti oleh penurunan jumlah penduduk miskin 2,411 jiwa dan sebaliknya setiap penurunan angkatan kerja tidak terdidik 1% maka akan diikuti oleh peningkatan jumlah penduduk miskin 3.901 dengan asumsi variabel pertumbuhan ekonomi, inflasi, investasi PMA dan PMDN, IPM dan jumlah penduduk dianggap konstan.
4)      β3 = 1,401. Nilai koefisien regresi inflasi sebesar 1,401. Hal ini menunjukkan bahwa setiap 1% inflasi, maka akan diikuti oleh peningkatan jumlah penduduk miskin 1.401 jiwa dan sebaliknya setiap penurunan inflasi 1% maka akan diikuti oleh peningkatan jumlah penduduk miskin 1.401 jiwa dengan asumsi variabel pertumbuhan ekonomi, angkatan kerja tidak didik, investasi PMA dan PMDN, IPM dan jumlah penduduk dianggap konstan.
5)      β4 = 0,045. Nilai koefisien regresi investasi PMA sebesar 0,045. Hal ini menunjukkan bahwa setiap 1% investasi PMA, maka akan diikuti oleh peningkatan jumlah penduduk miskin 45 jiwa dan sebaliknya setiap penurunan investasi PMA 1% maka akan diikuti oleh peningkatan jumlah penduduk miskin 45 jiwa dengan asumsi variabel pertumbuhan ekonomi, angkatan kerja tidak didik, inflasi, investasi PMDN, IPM dan jumlah penduduk dianggap konstan.
6)      β5 = 0,016. Nilai koefisien regresi investasi PMDN sebesar 0,016. Hal ini menunjukkan bahwa setiap 1% investasi PMDN, maka akan diikuti oleh peningkatan jumlah penduduk miskin 16 jiwa dan sebaliknya setiap penurunan investasi PMA 1% maka akan diikuti oleh peningkatan jumlah penduduk miskin 16 jiwa dengan asumsi variabel pertumbuhan ekonomi, angkatan kerja tidak didik, inflasi, investasi PMA, IPM dan jumlah penduduk dianggap konstan.
7)      β6 = 16,322. Nilai koefisien regresi IPM sebesar 16,322. Hal ini menunjukkan bahwa setiap 1% IPM, maka akan diikuti oleh peningkatan jumlah penduduk miskin 16 jiwa dan sebaliknya setiap penurunan IPM 1% maka akan diikuti oleh peningkatan jumlah penduduk miskin 16.322 jiwa dengan asumsi variabel pertumbuhan ekonomi, angkatan kerja tidak didik, inflasi, investasi PMA dan PMDN, dan jumlah penduduk dianggap konstan.
8)      β7 = -0.574. Nilai koefisien regresi jumlah penduduk sebesar -0,574. Hal ini menunjukkan bahwa setiap 1% jumlah penduduk, maka akan diikuti oleh penurunan jumlah penduduk miskin 574 jiwa dan sebaliknya setiap penurunan jumlah penduduk maka akan diikuti oleh peningkatan jumlah penduduk miskin 3.901 dengan asumsi variabel pertumbuhan ekonomi, angkatan kerja tidak terdidik, inflasi, investasi PMA dan PMDN, dan IPM.
7.    Uji T
Uji T dimaksudkan untuk mengukur besarnya pengaruh secara parsial dari variabel bebas yaitu pertumbuhan ekonomi (X1), angkatan kerja tidak terdidik (X2), inflasi (X3), investasi (PMA (X4) dan PMDN(X5)), indeks pembangunan manusia (X6), dan jumlah penduduk (X7) terhadap variabel terikat yakni jumlah penduduk miskin di Provinsi Sulawesi Selatan (Y).

Tabel 7.Hasil Uji Parsial (Uji t)
Model
t
Sig.
1
(Constant)
2.870
.028

X1
-1.494
.035

X2
-1.083
.048

X3
2.614
.040

X4
.411
.695

X5
.124
.901

X6
1.492
.031

X7
-.120
.909

Dari tabel diatas ditarik kesimpulan bahwa variabel pertumbuhan ekonomi (X1), angkatan kerja tidak terdidik(X2), inflasi (X3) dan indeks pembangunan manusia (X6) berpengaruh signifikan terhadap jumlah penduduk miskin sedangkan investasi PMA (X4), PMDN (X5) dan jumlah penduduk (X7) berpengaruh tidak signifikan terhadap jumlah penduduk miskin di Provinsi Sulawesi Selatan.
8.    Uji F
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh secara simultan antara pertumbuhan ekonomi (X1), angkatan kerja tidak terdidik (X2), inflasi (X3), investasi (PMA (X4) dan PMDN(X5)), indeks pembangunan manusia (X6), dan jumlah penduduk (X7) terhadap variabel terikat yakni jumlah penduduk miskin di Provinsi Sulawesi Selatan (Y).
Tabel 8. Hasil Pengujian Secara Simultan (Uji F)
Model
F
Sig.
1
Regression
5.923
.023a
Residual


Total


Berdasarkan tabel disimpulkan bahwa variabel pertumbuhan ekonomi, angkatan kerja tidak terdidik, inflasi, investasi PMA dan PMDN, indeks pembangunan manusia, dan jumlah penduduk miskin secara bersama-sama (simultan) berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah penduduk miskin.
Hasil pengujian hipotesis pertama diperoleh hasil bahwa pertumbuhan ekonomi mempunyai pengaruh signifikan terhadap jumlah penduduk miskin, bahwa setiap peningkatan pertumbuhan ekonomi akan mengurangi jumlah penduduk miskin. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Aria Widiastuti (2010).  Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan jumlah penduduk miskin sesuai dengan harapan adanya efek menetes ke bawah (trickle down effect), dimana pertumbuhan ekonomi diyakini mampu mengatasi masalah-masalah pembangunan antara lain masalah kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan peningkatan output secara nasional, output akan meningkat apabila faktor-faktor produksi pembentuknya juga mengalami peningkatan baik secara kualitas maupun kuantitas. Salah satu faktor produksi yang dibutuhkan dalam meningkatkan output yaitu tenaga kerja. Peningkatan produksi berarti menunjukkan peningkatan produktivitas, peningkatan produktivitas berarti pendapatan tenaga kerjapun meningkat. Meningkatnya pendapatan akan meningkatkan daya beli tenaga kerja sehingga mereka mampu memenuhi kebutuhannya.
Hasil pengujian hipotetis kedua diperoleh hasil bahwa angkatan kerja  tidak terdidik mempunyai pengaruh dan signifikan terhadap jumlah penduduk miskin, artinya peningkatan angkatan kerja tidak terdidik berpengaruh signifikan terhadap jumlah penduduk miskin. Hal tersebut terjadi dikarenakan pada angkatan kerja tidak terdidik tersebut mayoritas mendapatkan pekerjaan walaupun upah tidak sesuai dengan UMR. Sadar akan keterbatasan skill sehingga angkatan kerja tidak terdidik akan siap bekerja apapun asal bisa memenuhi kebutuhannya. Kerterbatasan akan skill ini disebabkan akses akan pendidikan yang juga terbatas sehingga pengetahuan memadai tidak didapatkan untuk mendapatkan jalan menuju pekerjaan yang layak.
Hasil pengujian hipotetis ketiga diperoleh hasil bahwa inflasi  mempunyai pengaruh dan signifikan terhadap jumlah penduduk miskin, artinya peningkatan inflasi berpengaruh signifikan terhadap jumlah penduduk miskin. Hal ini terutama disebabkan oleh meningkatnya angka inflasi karena Pemerintah menaikkan harga bahan bakar Minyak (BBM) dalam negeri, diikuti dengan meningkatnya harga beras selama kurun waktu tersebut. Tingginya pertumbuhan penduduk miskin di Provinsi Sulawesi Selatan dimungkinkan diantaranya oleh kebijakan-kebijakan struktural seperti meningkatnya harga BBM dan tarif listrik tersebut yang berdampak pada harga yang melambung dan berujung pada kemiskinan yang menjerat masyarakat yang berpenghasilan tetap.
Hasil pengujian hipotetis keempat dan kelima diperoleh hasil bahwa PMA dan PMDN tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap jumlah penduduk miskin.  Olehnya itu perlu perbaikan pada beberapa tantangan internal  yang perlu ditangani sesegera mungkin untuk meningkatkan daya saing, antara lain keterbatasan dalam penyediaan infrastruktur, ketersediaan energi, sistem informasi dan perizinan yang perlu disederhanakan, perlunya peningkatan harmonisasi berbagai perangkat peraturan pusat dan sinkronisasi antara peraturan pusat dengan daerah, serta peningkatan penyebaran investasi agar lebih merata. Hal tersebut menandakan perlunya peningkatan iklim investasi dan usaha di Provinsi Sulawesi Selatan agar lebih kondusif.
Hasil pengujian hipotetis keenam diperoleh hasil bahwa IPM mempunyai pengaruh signifikan terhadap jumlah penduduk miskin. Dalam teori lingkaran kemiskinan Nurkse dikatakan bahwa adanya keterbelakangan, ketidaksempurnaan pasar, dan kurangnya modal menyebabkan rendahnya produktivitas. Rendahnya produktivitas mengakibatkan rendahnya pendapatan yang mereka terima. Rendahnya pendapatan akan berimplikasi pada rendahnya tabungan dan investasi. Rendahnya investasi berakibat pada keterbelakangan (Mudrajat Kuncoro, 1997). Pendidikan disini disebut sebagai solusi untuk memotong lingkaran kemiskinan ini. Dengan bekal pendidikan, maka produktivitas akan meningkat, peningkatan produktivitas akan meningkatkan pendapatan, peningkatan pendapatan mempertinggi kemampuan untuk menabung, tabungan tinggi akan meningkatkan investasi dan investasi yang cukup akan dijadikan modal kembali dalam proses pembangunan ekonomi.
Hasil pengujian hipotetis ketujuh diperoleh hasil bahwa jumlah penduduk tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap jumlah penduduk miskin, artinya peningkatan jumlah penduduk tidak akan meningkatkan jumlah penduduk miskin. Hal tersebut tidak sesuai dengan pemikiran Malthus dimana ia meyakini jika pertumbuhan penduduk tidak dikendalikan maka suatu saat nanti sumber daya alam akan habis, dan menyebabkan semakin parahnya kemiskinan. selain itu, menurut Sadono Sukirno (1997) jumlah penduduk yang besar akan mengakibatkan banyaknya pengangguran dan menurunnya produktivitas. Namun melihat dalam penelitian ini tentang kualitas pembangunan penduduk yakni indeks pembangunan manusia yang berpengaruh maka diyakini bahwa penduduk dalam penelitian ini berkualitas sehingga tidak akan memberikan dampak pada peningkatan angka kemiskinan.
C. HASIL PENELITIAN KUALITATIF
Dari ulasan informan diketahui bahwa sebenarnya:
1.    Sikap penuh perhitungan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sikap para pedagang kaki lima dalam melakukan perhitungan modal dan laba, juga perhitungan dalam mengelola keuangan usahanya. Sikap penuh perhitungan diterapkan oleh informan pedagang kaki lima, hanya saja sekuat apapun perhitungan para informan jika pendapatan lebih kecil dari total kebutuhan maka pada intinya sikap penuh perhitungan ini tidak memiliki manfaat banyak. Tetapi jika menilik kembali, seandainya para informan ini tidak memiliki sikap penuh perhitungan maka pendapatan yang kecil ini lebih akan menyiksa mereka dalam pemenuhan kebutuhannya.
2.    Sikap menghargai waktu yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sikap para pedagang kaki lima dalam memanfaatkan waktu yang ada sebagai peluang untuk usahanya, termasuk sikap para PKL dalam menentukan hari libur bekerja. Penelusuran informasi yang didapat dari informan pedagang kaki lima menjelaskan bahwa mereka sangat menghargai waktu dengan berjualan tanpa hari libur. Tetapi sikap ini tidak jua melepaskan diri dari jerat kemiskinan karena sikap menghargai waktu ini untuk keseharian bukan pada tingkat efektifitas waktu. Mereka tidak mengetahui bahwa efektif waktu sehari berjualan harusnya menghasilkan lebih banyak pendapatan karena waktu yang digunakan lebih banyak. Mereka lebih condong tepat waktu ketempat berjualan tanpa memperhitungkan waktu yang dihabiskan berjualan lebih banyak.
3.    Sikap hemat mengacu pada sikap para pedagang kaki lima dalam menyisihkan pendapatannya sebagai perwujudan estimasi dan antisipasi atas kebutuhan-kebutuhan yang tidak diduga di masa yang akan datang. Para pedagang kaki lima di Kabupaten Bone memiliki pendapatan yang kecil sehingga tidak memungkinkan mereka untuk berhemat dan menabung karena pendapatan mereka hanya untuk makan dan kebutuhan sehari-hari. Sedangkan informan di Kota Makassar dan Kabupaten Gowa, cenderung bisa berhemat karena jumlah pemasukannya lebih besar jika dibandingkan dengan pedagang kaki lima yang berasal dari Kabupaten Bone. Mereka cenderung bisa menyisihkan pendapatan untuk menabung atau membeli perhiasan emas.
4.    Sikap mampu bersaing yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan para pedagang kaki lima untuk mengatur strategi-strategi yang bisa menjadi nilai tambah untuk usahanya. Informan pedagang kaki lima tidak memiliki ide yang bisa membuatnya mampu bersaing dengan pedagang yang lain. Ini terjadi karena produk yang dijual berasal dari sumber/distributor yang sama, sehingga ada kecenderungan menerima dengan lapang dada apa yang dialaminya. Hal ini yang terjadi di Kabupaten Bone. Sedangkan di Kabupaten Gowa dan Kota Makassar kecenderungan bersaing sangat kuat untuk memperebutkan pelanggan, salah satunya dengan memberikan pelayanan yang baik, dan menyediakan tempat duduk yang nyaman.
5.    Sikap mandiri yang dimaksud mengacu sikap para pedagang kaki lima untuk menghindari bantuan orang lain atau pemerintah yang pada umumnya dalam bentuk pinjaman atau hutang. Pedagang kaki lima umumnya belum bisa mandiri sepenuhnya, karena modal sehari-hari masih mengandalkan orang lain hal ini terjadi di Kabupaten Bone. Tetapi untuk pedagang kaki lima di lapangan Syekh Yusuf Kabupaten Gowa dan Jl. A.P Pettarani Kota Makassar, mereka cenderung berpikir untuk mandiri tanpa bergantung pada orang lain. Meskipun pada saat memulai usaha harus meminjam modal kepada orang lain namun lambat laun ia bisa membayarnya dan menjalankan usahanya dengan normal tanpa harus bergantung pada bantuan orang lain atau pemerintah.
6.    Sikap memandang jauh masa depan merujuk kepada pikiran-pikiran untuk hidup lebih baik dimasa yang akan datang yang digambarkan dengan aktivitas-aktivitas saat ini yang merujuk pada masa depan cerah. Sikap ini didapatkan dari para informan. Mereka sangat ingin masa depan lebih cerah, olehnya itu mayoritas dari para informan pedagang kaki lima menyekolahkan anak-anaknya agar kesulitan yang dialaminya tidak akan dialami oleh generasi berikutnya. Mereka juga berpikir untuk hidup dan bekerja lebih layak untuk masa tua, tetapi mereka tidak memiliki akses akan pekerjaan yang lebih baik.
KESIMPULAN DAN SARAN
A.  Kesimpulan
1.    Variabel pertumbuhan ekonomi (X1), angkatan kerja tidak terdidik(X2), inflasi (X3) dan indeks pembangunan manusia (X6) berpengaruh signifikan terhadap jumlah penduduk miskin sedangkan investasi PMA (X4), PMDN (X5) dan jumlah penduduk (X7) berpengaruh tidak signifikan terhadap jumlah penduduk miskin di Provinsi Sulawesi Selatan.
2.    Variabel-variabel bebas yakni pertumbuhan ekonomi, angkatan kerja tidak terdidik, inflasi, investasi PMA dan PMDN, indeks pembangunan manusia dan jumlah penduduk secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap jumlah penduduk miskin sebesar 66,6% sedangkan sisanya sebesar 33,4% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model estimasi.
3.    Dalam penelitian kualitatif, tersebutkan hal-hal yang berpengaruh terhadap miskin tidaknya masyarakat yakni etos kerja. Dimana mayoritas responden menyatakan bahwa bekerja hanya sebagai sarana untuk mencari uang, bukan sebagai kenikmatan atau kebahagian. Sikap penuh perhitungan, sikap menghargai waktu, sikap hidup hemat, sika mampu bersaing, sikap manmdiri dan sikap memandang jauh masa depan tidak menjadi landasan dalam bekerja oleh sebagian pedagang kaki lima,
  1. Saran
1.    Pemerintah Sulawesi Selatan harus mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan membuka lapangan kerja guna menyerap tenaga kerja tidak terdidik
2.    Pemerintah diharapkan mampu mengendalikan inflasi dan terus meningkatkan kualitas manusia dengan peningkatan pada indeks pembangunan manusia
3.    pemerintah diharapkan mencari upaya peningkatan investasi baik penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing dengan memperbaiki fasilitas umum, dan perbaikan dalam pengurusan administrasi agar para penanam modal tertarik untuk menanamkan modalnya
4.    Pemerintah Sulawesi Selatan perlu memberikan stimulus dalam pemahaman kehidupan kepada masyarakat bahwa hidup tidak hanya bertumpu pada pola konsumsi, tetapi juga dititikberatkan pada menabung dan berinvestasi untuk masa depan. Pemerintah juga perlu memberikan stimulus kepada masyarakat untuk menyadarkan masyarakat akan penting pendidikan, melihat pada penelitian kualitatif mayoritas responden tidak berpendidikan memadai karena kurangnya akses akan pendidikan yang berdampak pada terbatasnya akses pada pekerjaan yang layak.



DAFTAR PUSTAKA
Anoraga, Panji. 1992. Psikologi Kerja; PT Rineka Cipta: Jakarta.
BPS. 2014. Sulawesi Selatan Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan
Bradley R.Schiller. 1885. The Economics of Poverty and Discrimination.
Gujarati, D. 2003. Ekonometrika Dasar. Alih Bahasa Sumarno Zain. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Gunawan, R. Sudarmanto. 2013. Statistik Terapan Berbasis Komputer, Dengan Program IBM SPSS Statistik 19. Jakarta: Penerbit Mitra Wacana Media.
Hasibuan Malayu. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Kusnan, Ahmad. Analisis Sikap Iklim Organisasi, Etos kerja dan Disiplin Kerja dalam Menentukan Efektifitas Kinerja Organisasi di Garnizun Tetap III Surabaya; Laporan Penelitian; http://www.damandiri.or.id/index.php. Diakses pada 27 Januari 2015.
Maipita, Indra. 2014.  Mengukur Kemiskinan dan Distribusi Pendapatan. UPP STIM YKPN. Yogyakarta.
Mulyadi, S. 2014. Ekonomi Sumber Daya Manusia dalam Perspektif Pembangunan. Jakarta. Rajawali Pers
Novliandi, Ferry. 2009. Hubungan Antara Organization-Based Self-Esteem Dengan Etos Kerja. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Priyono Pratomo, Eko dan Ubaidillah Nugraha. 2009. Reksa Dana: Solusi Perencanaan Investasi di Era Modern. Edisi Revisi kedua. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Putong, Iskandar dan ND Anjaswati. 2008. Pengantar Ekonomi Makro. Edisi Pertama. Jakarta: Mitra Wacana Media.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Penerbit Alfabeta
Sinamo, Jansen. 2005. Delapan Etos Kerja Professional; Navigator Anda Menuju Sukses. Grafika Mardi Yuana, Bogor
Sukirno, Sadono. 1997. Pengantar Teori Mikro Ekonomi. Edisi Kedua, Cetakan Kesembilan. Jakarta. PT. Rajawali Grafindo Persada.
Situmorang Johnny. 2011. Menguak Iklim Investasi Indonesia Pascakrisis. Jakarta. Penerbit Erlangga.
Trihendradi, C. 2009. Step By Step SPSS 16 Analisis Data Statistik. Jogjakarta. Penerbit Andi.
Wahid Sulaiman.  2004. Analisis-Analisis Regresi menggunakan SPSS. Yogyakarta : ANDI.
Weber, Max. 1958. The Protestant Ethnic and the Spirit of Capitalism. Tranlated by Talcott Parson. Charles Scribner’s Sons. New York
World bank. 2000. World Development Report 2000/2001: Attacking Poverty. Washington, DC: World Bank