ANALISIS
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI JUMLAH PENDUDUK MISKIN DI PROVINSI SULAWESI
SELATAN
SITTI
MARLINA
PROGRAM
STUDI IPS / PENDIDIKAN EKONOMI
PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomi, angkatan kerja tidak
terdidik, inflasi, investasi, indeks pembangunan manusia, dan jumlah penduduk
mempunyai pengaruh yang simultan dan
parsial terhadap jumlah penduduk miskin di Provinsi Sulawesi Selatan, dan
gambaran etos kerja penduduk miskin di Provinsi Sulawesi Selatan. Penelitian
ini menggunakan pendekatan mix method
yakni gabungan penelitian kuantitatif dan kualitatif.
Teknik
pengumpulan data penelitian kuantitatif dengan dokumentasi. Populasi dalam
penelitian kuantitatif adalah data time series terkait pertumbuhan ekonomi,
angkatan kerja tidak terdidik, inflasi, investasi, indeks pembangunan manusia,
dan jumlah penduduk dan jumlah penduduk miskin di Provinsi Sulawesi Selatan dalam
kurun waktu tahun 2000-2013. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode
analisis regresi linear berganda dan pengujian hipotesis. Hasil analisis dan
pembahasan menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi, angkatan kerja tidak
terdidik, inflasi, dan indeks pembangunan manusia secara parsial berpengaruh
signifikan terhadap jumlah penduduk miskin di Provinsi Sulawesi Selatan,
sedangkan investasi PMA dan PMDN, dan
jumlah penduduk secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap jumlah
penduduk miskin di Provinsi Sulawesi Selatan. Sementara itu secara simultan
berpengaruh signifikan terhadap jumlah penduduk miskin di Provinsi Sulawesi
Selatan.
Teknik
pengumpulan data dalam penelitian kualitatif adalah wawancara mendalam,
observasi dan dokumentasi. Populasi dalam penelitian kualitatif adalah pedagang
kaki lima ditiga kabupaten/kota dengan tingkat kemiskinan tertinggi yakni
Kabupaten Bone, Kota Makassar dan Kabupaten Gowa dengan teknik Purposive Sampling. Hasil penelitian
menunjukkan, bahwa sikap
penuh perhitungan, sikap menghargai waktu, sikap hidup hemat, sikap mampu untuk
bersaing, sikap mandiri dan sikap memandang jauh masa depan memberikan
kontribusi pada tingkat kemiskinan pedagang kaki lima.
Kata
kunci: pertumbuhan ekonomi, angkatan kerja
tidak terdidik, inflasi, investasi, indeks pembangunan manusia, jumlah penduduk,
jumlah penduduk miskin, etos kerja penduduk miskin
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Dewasa ini
Kemiskinan menjadi trending topik di berbagai belahan dunia manapun. Kemiskinan
menjadi momok yang tidak bisa dipangkas begitu saja oleh pemerintah. Bahkan
program-program pemerintah untuk memangkas kemiskinan dinilai tidak langsung
menyentuh bahkan mengurangi kemiskinan secara signifikan.
Sulawesi Selatan
adalah salah satu provinsi di Indonesia Timur yang boleh dikata maju dalam
berbagai bidang jika dibandingkan dengan provinsi lain. Kemajuan ini tak
menampik bahwa kemiskinan tidak ada. Provinsi Sulawesi Selatan menduduki
peringkat kedua terbanyak di Kawasan Timur Indonesia untuk jumlah penduduk
miskin setelah Papua Barat di tahun 2013, padahal kita tahu pembangunannya
boleh dikata pesat untuk Kawasan Timur Indonesia.
Secara umum
teori-teori yang menjelaskan mengapa kemiskinan terjadi, dapat dibedakan
menjadi teori yang berbasis pada pendekatan ekonomi dan teori yang berbasis
pada pendekatan sosio-antropologi (nonekonomi), khususnya tentang budaya
masyarakat. Teori yang berbasis pada teori ekonomi antara lain melihat
kemiskinan sebagai akibat dari kesenjangan kepemilikan faktor produksi,
kegagalan kepemilikan, kebijakan yang bias, perbedaan kualitas sumberdaya
manusia, serta rendahnya pembentukan modal masyarakat atau rendahnya ransangan
untuk penanaman modal. Disisi lain, pendekatan sosio-antropologis menekankan
adanya pengaruh budaya yang cenderung melanggengkan kemiskinan (kemiskinan
kultural), seperti budaya yang menerima apa adanya. Sangat yakin bahwa apa yang
terjadi adalah takdir tanpa perlu disesali bahkan berusaha sekuat tenaga untuk
mengubahnya.
Penyebab
kemiskinan juga berkisar pada fenomena “Lingkaran Setan Kemiskinan”.
Pendapatan rendah yang pada akhirnya sampai kepada ketidakberdayaan pemenuhan
kebutuhan, pendidikan yang rendah hingga akhirnya hanya bisa bekerja sebagai
buruh, bekerja serabutan atau menjadi pengangguran yang juga pada akhirnya
sampai kepada gizi pun tidak terpenuhi. Kemudian laju pertumbuhan penduduk yang
tidak terbendung yang mengantarkan pada muara semakin kurangnya sumber daya
alam yang bisa digarap, selain itu laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak
merata di kalangan masyarakat, inflasi yang melonjak mencekik masyarakat yang
berpenghasilan stagnan, modal untuk berinvestasi yang tidak menciptakan
lapangan kerja masyarakat yang diharapkan, belum lagi mutu masyarakat itu
sendiri yang pada akhirnya tidak tahu cara berpikir menjadi kreatif dan
produktif sehingga pengangguran meningkat dan pendapatan rendah.
Olehnya itu peranan
pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan menjadi semakin penting
sekarang ini. Dalam Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan (SNPK) yang
dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat pada 2005 menyatakan perlunya kontribusi
semua pemangku kepentingan, termasuk pemerintah daerah dalam upaya bersama
untuk mengurangi kemiskinan. Dengan demikian tuntutan keterlibatan aktif
pemerintah daerah dalam menyediakan pelayanan publik guna menanggulangi
kemiskinan semakin jelas dan penting untuk dilaksanakan. Olehnya itu perlu
pertimbangan-pertimbangan data makro regional untuk menjadi acuan program
pengentasan kemiskinan.
B.
Rumusan
Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah apakah pertumbuhan ekonomi, angkatan kerja tidak terdidik, inflasi,
investasi, indeks pembangunan manusia,dan jumlah penduduk mempunyai pengaruh yang simultan dan parsial terhadap
jumlah penduduk miskin dan bagaiman gambaran etos kerja penduduk miskin di
Provinsi Sulawesi Selatan?
C.
Tujuan
Penelitian
tujuan dalam
penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomi, angkatan
kerja tidak terdidik, inflasi, investasi, indeks pembangunan manusia,dan jumlah
penduduk secara simultan dan parsial terhadap jumlah penduduk miskin dan
gambaran etos kerja penduduk miskin di Provinsi Sulawesi Selatan.
TINJAUAN
PUSTAKA
A.Deskripsi Teoretis
1.
Kemiskinan
|
Bank Dunia
mendefinisikan kemiskinan sebagai “Poverty
is lack of shelter. Poverty is being sick and not being able to see a doctor.
Poverty is not being able to go to school and not knowing how to read. Poverty
is not habing a job, is fear of the future, iving one a day at time. Poverty is
losing a child to illness brought about by unclean water. Poverty is
powerlessness, lack of representation and freedom”. Kemiskinan berkenaan
dengan ketiadaan tempat tinggal, sakit dan tidak mampu untuk berobat ke dokter,
tidak mampu untuk sekolah dan tidak tahu baca tulis. Kemiskinan adalah bila
tidak memiliki pekerjaan sehingga takut menatap masa depan, tidak memiliki
akses akan sumber air bersih. Kemiskinan adalah ketidakberdayaan, kurangnya
representasi dan kebebasan. Lebih sederhana, Bank Dunia (2000) mengartikan
bahwa kemiskinan adalah kekurangan, yang sering diukur dengan tingkat
kesejahteraan.
Definisi
Kemiskinan dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, antara lain:
1) Kemiskinan
menurut standar kebutuhan hidup layak. Kelompok ini berpendapat bahwa
kemiskinan terjadi ketika tidak terpenuhinya kebutuhan pokok atau kebutuhan
dasar. Artinya, seseorang atau suatu rumah tangga termasuk dalam kategori
miskin bila ia atau keluarga itu tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok sesuai
dengan standar hidup layak. Kemiskinan tersebut disebut juga dengan kemiskinan
absolut.
2) Kemiskinan
menurut tingkat pendapatan. Pandangan ini berpendapat bahwa kemiskinan terjadi
dsebabkan oleh kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup layak.
Bila kita lihat lebih teliti bahwa inti
dari kedua sudut pandang itu adalah sama, yaitu ketidakmampuan memenuhi
kebutuhan pokok atau hidup layak, itulah yang disebut dengan kemiskinan menurut
basic needs approach.
2.
Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan
ekonomi adalah kenaikan pendapatan nasional secara berarti (dengan meningkatnya
pendapatan perkapita) dalam suatu
periode perhitungan tertentu. Menurut Schumpeter, pertumbuhan ekonomi
adalah pertambahan output (pendapatan
nasional yang disebabkan oleh pertambahan alami dari tingkat pertambahan
penduduk dan tingkat tabungan). Sedangkan menurut pakar ekonomi pembangunan,
pertumbuhan ekonomi adalah merupakan istilah bagi negara yang telah maju untuk
menyebut keberhasilan pembangunannya, sementara itu untuk negara yang sedang
berkembang digunakan istilah pembangunan ekonomi.
Pertumbuhan
ekonomi mengaitkan dan menghitung antara tingkat pendapatan nasional dari satu
periode ke periode berikutnya. Angka pertumbuhan ekonomi umumnya dalam bentuk
prosentase dan bernilai positif, tapi juga mungkin saja bernilai negatif.
Negatifnya pertumbuhan ekonomi tentu saja disebabkan adanya penurunan yang
lebih besar dari pendapatan nasional tahun berikutnya dibandingkan tahun
sebelumnya.
Dalam teori
ekonomi banyak teori-teori dan model-model mengenai pertumbuhan ekonomi baik
yang berasal dari mazhab klasik, neoklasik, maupun yang modern (Keynesian).
Teori ekonomi yang masih relevan hingga kini misalnya adalah teori pertumbuhan
ekonomi klasik dari Adam Smith dan David Ricardo, alasannya teori pertumbuhan
ekonomi dari mazhab klasik ini bertumpu pada kekuatan modal dan sumber daya
manusia sebagai tulang punggung peningkatan pendapatan nasional. Teori lain
tentang pertumbuhan ekonomi adalah teori pertumbuhan berimbang dan tak
berimbang, model pertumbuhan Harrod-Domar yang mengandalkan tabungan dan modal
sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi, model pertumbuhan neoklasik dari Meade
dan lain sebagainya.
Pada umumnya
semua teori dan model yang dikemukakan oleh para pelopor teori ekonomi
bertujuan menjelaskan dan “menyarankan” tentang bagaimana mengelola sumber daya
(manusia, alam, dan teknologi) agar perekonomian dapat berjalan dengan mantap
dan stabil sesuai dengan kekuatan dan yang diinginkan oleh masyarakatnya.
Meskipun pada kenyataannya kebanyakan dari teori pertumbuhan ekonomi hanya
sebatas pada kajian ilmiah karena sukar untuk dilaksanakan (umumnya disebabkan
oleh asumsi dan penyederhanaan telaah), namun pada kasus tertentu bagian dari
teori tersebut sering disitir/dicuplik untuk menguatkan pendapat, misalnya
teroi pertumbuhan tak berimbang yang banyak dijadikan tameng untuk pembangunan
yang menganut konsep Trickedown effect dan
lain sebagainya.
3.
Angkatan Kerja tidak Terdidik
Jumlah penduduk
yang makin besar telah membawa akibat jumlah angkatan kerja yang semakin besar
pula. Ini berarti makin besar pula jumlah orang yang mencari pekerjaan atau
menganggur. Agar dapat dicapai keadaan yang seimbang maka seyogyanya mereka
semua dapat tertampung dalam suatu pekerjaan yang cocok dan sesuai dengan
keinginan serta keterampilan mereka. Ini akan membawa konsekuensi bahwa
perekonomian harus selalu menyediakan lapangan-lapangan pekerjaan yang cocok
dan sesuai dengan keinginan serta keterampilan mereka.
Salah satu
masalah yang biasa muncul dalam bidang angkatan kerja adalah ketidakseimbangan
antara permintaan akan tenaga kerja (demand
for labor) dan penawaran tenaga kerja (supply
of labor), pada suatu tingkat upah (Kusumowidho, 1981). Ketidakseimbangan
tersebut dapat berupa: (a) lebih besarnya penawaran dibanding permintaan
terhadap tenaga kerja (adanya excess
supply of labor), dan (b) lebih besarnya permintaan disbanding penawaran
tenaga kerja (adanya excess demand for
labor).
Ada dua teori
penting perlu dikemukakan dalam kaitannya dengan masalah ketenagakerjaan.
Pertama adalah teori Lewis (1959) yang mengemukakan bahwa kelebihan pekerja
merupakan kesempatan dan bukan suatu masalah. Kelebihan pekerja satu sektor
akan memeberikan andil terhadap pertumbuhan output
dan penyediaan pekerja di sektor lain.
Ada dua struktur
di dalam perekonomian Negara berkembang yaitu sector kapitalis modern dan
sektor subsisten terbelakang. Menurut Lewis sektor subsisten terbelakang tidak
hanya terdiri dari sektor pertanian, tetapi juga sektor informal seperti
pedagang kaki lima dan pengecer Koran.
Tenaga kerja
tidak terdidik adalah salah satu masalah makroekonomi. Kualitas tenaga kerja dalam suatu negara dapat ditentukan dengan melihat
tingkat pendidikan negara tersebut. Sebagian besar tenaga kerja di Indonesia,
tingkat pendidikannya masih rendah. Hal ini menyebabkan penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi menjadi rendah. Minimnya penguasaan ilmu pengetahuan
dan teknologi menyebabkan rendahnya produktivitas tenaga kerja sehingga hal ini
akan berpengaruh terhadap rendahnya kualitas hasil produksi barang dan jasa.
4.
Inflasi
Inflasi adalah
proses kenaikan harga-harga secara terus-menerus. Akibat dari inflasi secara
umum adalah menurunnya daya beli masyarakat karena secara riil tingkat
pendapatannya juga menurun.
Inflasi yang terjadi di dalam suatu perekonomian memiliki beberapa dampak
atau akibat sebagai berikut : Pertama, inflasi dapat mendorong terjadinya
redistribusi pendapatan diantara anggota masyarakat, dan inilah yang disebut
efek redistribusi dari inflasi (redistribution
effect of inflation). Hal ini akan mempengaruhi kesejahteraan ekonomi dari
anggota masyarakat, sebab redistribusi pendapatan yang terjadi akan menyebabkan
pendapatan riil satu orang meningkat, tetapi pendapatan riil orang lainnya
jatuh.
Kedua, inflasi dapat menyebabkan penurunan dalam efisiensi ekonomi (economic efficiency). Hal ini terjadi
karena inflasi dapat mengalihkan sumberdaya dari investasi yang produktif (productive investment) ke investasi
yang tidak produktif (unproductive
investment) sehingga mengurangi kapasitas ekonomi produktif. Ini yang
disebut “efficiency effect of inflation”.
Ketiga, inflasi juga dapat menyebabkan perubahan - perubahan didalam
output dan kesempatan kerja(employment),
dengan cara yang lebih langsung yaitu dengan memotivasi perusahaan untuk
memproduksi lebih atau kurang dari yang telah dilakukan, dan juga memotivasi
orang untuk bekerja lebih atau kurang dari yang telah dilakukan selama ini. ini
disebut “output and employment effect of
inflation”.
Keempat, inflasi dapat menciptakan
suatu lingkungan yang tidak stabil (unstable
environment) bagi keputusan ekonomi. Jika sekiranya konsumen memperkirakan
bahwa tingkat inflasi di masa mendatang
akan naik, maka akan mendorong mereka untuk melakukan pembelian barang - barang
dan jasa secara besar - besaran pada saat sekarang ketimbang mereka menunggu
dimana tingkat harga sudah meningkat lagi. Begitu pula halnya dengan bank, atau
lembaga peminjaman (lenders) lainnya, jika sekiranya mereka menduga bahwa tingkat
inflasi akan naik dimasa mendatang, maka mereka akan mengenakan tingkat bunga
yang tinggi atas pinjaman yang diberikan sebagai langkah proteksi dalam
menghadapi penurunan pendapatan riil dan kekayaan (losses of real nincome and wealth) (Bradley, 1985;95).
5.
Indeks Pembangunan Manusia
Indeks
pembangunan manusia (IPM) adalah pengukuran perbandingan dari angka harapan
hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup untuk semua negara seluruh
dunia.
Indeks
pembangunan manusia merupakan indeks komposit yang digunakan untuk mengukur
pencapaian rata-rata suatu negara dalam tiga hal mendasar pembangunan manusia,
yaitu: lama hidup, yang diukur dengan angka harapan hidup ketika lahir dan
angka kematian bayi (infant mortality rate); pendidikan yang diukur
berdasarkan rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf penduduk usia 15 tahun
ke atas; dan standar hidup yang diukur dengan pengeluaran per kapita yang telah
disesuaikan menjadi paritas daya beli. Nilai indeks ini berkisar antara 0-100.
6.
Investasi
Investasi
berasal dari kata invest yang berarti
menanam atau menginvestasikan uang atau modal. Istilah investasi atau penanaman
modal merupakan istilah yang dikenal dalam kegiatan bisnis sehari-hari maupun
dalam bahasa perundang-undangan. Istilah investasi merupakan istilah yang
populer dalam dunia usaha, sedangkan istilah penanaman modal lazim digunakan
dalam perundang-undangan. Namun pada dasarnya kedua istilah tersebut mempunyai
pengertian yang sama, sehingga kadangkala digunakan secara interchangeable.
Peran
investasi sangat penting dalam pembangunan ekonomi, tidak saja dalam konteks
makro, juga dalam konteks mikro. Menurut Situmorang (53: 2011), investasi
adalah salah satu komponen permintaan akhir dalam perspektif ekonomi makro,
yang menjadi keseimbangan internal pada suatu keseimbangan pasar produk. Pada
sisi lain, secara mikro investasi mencerminkan dunia usaha karena sumber
investasi adalah dunia usaha. Dalam konteks perkembangan hubungan
internasional, investasi selalu menjadi topik utama pembicaraan. Setiap kepala
negara atau pemerintahan negara selalu memasukkan investasi sebagai tolok ukur
keberhasilan hubungan bilateral dan multilateral. Karena begitu pentingnya
investasi, maka investasi dinyatakan sebagai mesin penggerak pertumbuhan
ekonomi dan pembangunan (engine of growth).
7.
Jumlah Penduduk
Menurut Sadono
Sukirno (1997), perkembangan jumlah penduduk bisa menjadi faktor pendorong dan
penghambat pembangunan. Faktor pendorong karena, pertama, memungkinkan semakin
banyaknya tenaga kerja. Kedua, perluasan pasar, karena luas pasar barang dan
jasa ditentukan oleh dua faktor penting, yaitu pendapatan masyarakat dan jumlah
penduduk. Sedangkan penduduk disebut faktor penghambat pembangunan karena akan
menurunkan produktivitas, dan akan terdapat banyak pengangguran. Negara sedang
berkembang kebanyakan mengalami laju pertumbuhan penduduk yang tinggi, fakta
menunjukkan tiga per empat penduduk dunia tinggal di negara-negara sedang
berkembang. Masalah kependudukan yang dihadapi yaitu tingginya tingkat
kelahiran dan tinggi pula angka kematiannya, akan tetapi masih besar angka
kelahirannya. Kelahiran yang tinggi salah satunya disebabkan oleh usia
pernikahan yang masih dini, dan kurangnya pengetahuan akan KB. Sementara itu
angka kematian yang tinggi disebabkan oleh masih rendahnya kualitas kesehatan
yang dimiliki penduduk negara sedang berkembang.
Berbagai masalah
dalam masyarakat akan timbul sebagai akibat adanya tekanan penduduk tersebut.
Pada gililarannya, hal ini dapat menyebabkan tekanan yang berkelanjutan
terhadap standar hidup manusia, baik dalam artian ruang maupun output.
8.
Etos Kerja
Menurut Anoraga
(1992) Etos Kerja merupakan suatu pandangan dan sikap suatu bangsa atau umat
terhadap kerja. Bila individu-individu dalam komunitas memandang kerja sebagai
suatu hal yang luhur bagi eksistensi manusia, maka Etos Kerjanya akan cenderung
tinggi. Sebaliknya sikap dan pandangan terhadap kerja sebagai sesuatu yang
bernilai rendah bagi kehidupan, maka Etos Kerja dengan sendirinya akan rendah.
Sinamo (2005)
memandang bahwa Etos Kerja merupakan fondasi dari sukses yang sejati dan
otentik. Pandangan ini dipengaruhi oleh kajiannya terhadap studi-studi
sosiologi sejak zaman Max Weber di awal abad ke-20 dan penulisan-penulisan
manajemen dua puluh tahun belakangan ini yang semuanya bermuara pada satu
kesimpulan utama; bahwa keberhasilan di berbagai wilayah kehidupan ditentukan
oleh perilaku manusia, terutama perilaku kerja. Sebagian orang menyebut
perilaku kerja ini sebagai motivasi, kebiasaan (habit) dan budaya kerja.
B.
Kerangka Pikir
Penulis mengidentifikasi hal-hal yang menjadi fokus
dalam penelitian kuantitatif, yakni sebagai berikut.
Skema konseptual penelitian kualitatif
digambarkan sebagai berikut:
C.
HIPOTESIS
Berdasarkan
rumusan masalah dan kerangka pikir, maka dapat dirumuskan hipotesis yaitu
diduga bahwa pertumbuhan ekonomi, angkatan kerja tidak terdidik, inflasi,
investasi, indeks pembangunan manusia, jumlah penduduk dan etos kerja
mempengaruhi jumlah penduduk miskin di Provinsi Sulawesi Selatan.
METODE PENELITIAN
A.
JENIS
PENELITIAN
Dalam
penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan mix method yakni gabungan penelitian kuantitatif dan kualitatif. Penelitian
ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomi, angkatan kerja
tidak terdidik, inflasi, indeks pembangunan manusia, investasi dan jumlah
penduduk terhadap jumlah penduduk miskin di Provinsi Sulawesi Selatan. Penelitian
ini juga dilakukan untuk mengetahui gambaran etos kerja penduduk miskin.
B. PENELITIAN
KUANTITATIF
Penelitian
ini dilakukan di Provinsi Sulawesi Selatan, dimana dilakukan berdasarkan studi
pustaka yang dimaksudkan untuk memperoleh data yang bersumber dari kajian
pustaka yang sesuai dengan apa yang akan diteliti yakni berkaitan dengan jumlah
penduduk miskin, pertumbuhan ekonomi, angkatan kerja tidak terdidik, inflasi,
investasi, IPM dan jumlah penduduk yang bersumber dari Badan Pusat Statistik
Provinsi Sulawesi Selatan.
Jenis
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder
yang digunakan berupa bukti, catatan, atau laporan historis yang telah tersusun
dalam arsip (data dokumenter. Dalam penelitian
kuantitatif ini tidak dilakukan penarikan sampel karena populasi sekaligus
menjadi sampel dalam penelitian ini.
Analisis
data yang digunakan yaitu
mengolah data yang diperoleh dari lokasi penelitian dengan menggunakan teknik
analisis deskriptif secara kuantitatif. Adapun tahapan pengujian dalam
penelitian ini yaitu, uji normalitas, uji autokorelasi, uji multikolinearitas, uji
heteroskedastisitas, uji
koefisien determinasi, uji regresi linear berganda, uji F dan uji T.
C.
PENELITIAN
KUALITATIF
Penelitian
ini dilaksanakan di tiga kabupaten/kota yakni Kabupaten Bone, Kota Makassar,
dan Kabupaten Gowa. Pemilihan 3 lokasi ini dengan pertimbangan jumlah penduduk
miskin tiga tertinggi di Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2013 berdasarkan data
BPS Provinsi Sulawesi Selatan.
Instrumen
yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1) Pedoman observasi lapangan, (2)
pedoman wawancara/ catatan lapangan, (3) catatan dokumentasi, kamera
foto/video, dan alat perekam (MP4).
Subyek penelitian ini adalah informan penelitian
yaitu masyarakat pedagang kaki lima yang ada di Kabupaten Bone, Kota Makassar
dan Kabupaten Gowa. Dari tiga kabupaten/kota ini kemudian merujuk ke kecamatan
ibukota kabupaten yakni Kecamatan Taneteriantang di Kabupaten Bone dengan
lokasi penelitian di Jl.M Husni Tamrin yang berada di Keluarahan Watampone dan
Jl.Besse Kajuara Kelurahan Macege. Kota Makassar ditetapkan lokasi yakni
Kecamatan Rappocini kelurahan Gunung Sari dengan subyek penelitian adalah
pedagang kaki lima yang berada di depan Kampus UNM di emperan Jl.A.P.Pettarani.
Kabupaten Gowa, merujuk kepada Kecamatan Somba Opu Kelurahan Tombolo dan
berpusat pada Pedagang kaki lima yang berada di Lapangan Syekh Yusuf.
Pengumpulan
data dilakukan dengan teknik Triangulasi yang diartikan sebagai teknik pengumpulan
data yang bersifat menggabungkan berbagai teknik pengumpulan data dan sumber
data yang telah ada yakni wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi.
Teknik sampling
yang digunakan yakni “Purposive Sampling”.
Kemudian untuk meningkatkan kesahihan digunakan Triangulasi untuk pengujian
kredibilitasyakni triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data dan
waktu.
Analisa data menggunakan teknik reduksi data (data reduction), penyajian data (data display), dan penarikan kesimpulan (conclution drawing/verification).
HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.GAMBARAN
UMUM PROVINSI SULAWESI SELATAN
Sulawesi Selatan adalah
sebuah provinsi di Indonesia, yang terletak di bagian selatan Sulawesi. Ibu kotanya adalah Makassar, dahulu disebut ''Ujung Pandang” terletak antara 0012’
– 80 Lintang Selatan dan
116048’ – 122036’
Bujur Timur, yang berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Barat di sebelah
Utara dan Teluk Bone serta Provinsi Sulawesi Tenggara di sebelah Timur. Batas
sebelah Barat dan Timur masing-masing adalah Selat Makassar dan Laut Flores.
B.
HASIL PENELITIAN KUANTITAIF
1.
Uji Normalitas
Tests of Normality
berfungsi untuk menyimpulkan data terdistribusi normal atau tidak dengan
ketentuan apabila nilai Sig. atau
signifikansi atau nilai probabilitas yang terdapat pada kolom Kolmogorov-Smirnov lebih besar dari
alpha atau tingkat kesalahan yang ditetapkan (> 0.05), maka data yang
dianalisis tersebut terdistribusi secara normal dan sebaliknya.
Tabel.
1. Hasil Uji Normalitas Data
Variabel
|
Kolmogorov-Smirnova
|
Nilai Sig.
|
|
X1
|
.200*
|
X2
|
.314*
|
X3
|
.200*
|
X4
|
.200*
|
X5
|
.200*
|
X6
|
.119*
|
X7
|
.349*
|
Y
|
.200*
|
Dari Tabel.1
diatas diketahui bahwa data terdistribusi secara normal.
2.
Uji Autokorelasi
Ada tidaknya autokorelasi dalam penelitian ini
dideteksi dengan menggunakan uji Durbin-Watson.
Tabel.2.
Hasil Uji Autokorelasi
Model
|
R
|
R Square
|
Adjusted R Square
|
Durbin-Watson
|
1
|
.816a
|
.666
|
.275
|
3.104
|
Dari tabel.2 didapatkan
nilai Durbin Watson d adalah 3,104.
Pada alpha 5% dengan n = 14 dan k = (k-1)
= 8-1 = 7 untuk dL = 0,286
dan nilai dU = 2,848.
Karena nilai Durbin Watson d terletak
antara 4 - dU dan 4 - dL dengan nilai statistik 4 -
dU
< d < 4 - dL yakni 4 - 284 < 3,104 < 4 – 0,286 = 1,152 < 3.104 < 3,714, maka
tidak dapat disimpulkan ada atau tidak ada masalah autokorelasi, tetapi masih
bisa dilanjutkan untuk pengujian hipotesis.
3.
Uji Heterokedastisitas
Kriteria/ketentuan
yang digunakan untuk menyatakan apakah terjadi hubungan antara data hasil
pengamatan dengan niai residual absolutnya atau tidak (heterokedastisitas)
yakni apabila koefisien signifikasi (nilai probabilitas) lebih besar dari alpha
yang ditetapkan (Sig. > alpha), maka dapat dinyatakan tidak terjadi
heterokedastisitas dan sebaliknya.
Tabel
3. Hasi Uji Heterokedastisitas
Variabel
|
Nilai
Sig. (Residual)
|
X1
|
0,935
|
X2
|
0,626
|
X3
|
0,899
|
X4
|
0,341
|
X5
|
0,118
|
X6
|
0,748
|
X7
|
0,584
|
Tabel 3. menunjukkan
bahwa nilai probabilitas hubungan antara data pengamatan dan nilai residual
absolutnya untuk masing-masing variabel jauh diatas taraf signifikansi yang
ditetapkan, yaitu 5%. Oleh karena itu, disimpulkan bahwa data yang diperoleh
tidak terdapat adanya heterokedastisitas.
4.
Uji
Multikolinearitas
Ada tidaknya
hubungan atau koreasi antarvariabel independen atau variabel bebas
(multikolinearitas) dapat diketahui atau dideteksi dengan memanfaatkan
statistik korelasi Variance Inflation
Factor (VIF). Apabila harga koefisien VIF untuk masing-masing variabel
independen lebih besar daripada 10, maka variabel tersebut diindikasikan
memiliki gejala multikolinearitas dan sebaliknya.
Tabel
4. Hasil Uji Multikolinearitas
Model
|
Collinearity Statistics
|
||
Tolerance
|
VIF
|
||
1
|
(Constant)
|
|
|
X1
|
.133
|
7.527
|
|
X2
|
.128
|
8.116
|
|
X3
|
.477
|
2.095
|
|
X4
|
.813
|
1.229
|
|
X5
|
.267
|
3.745
|
|
X6
|
.290
|
3.453
|
|
X7
|
.391
|
2.559
|
Berdasarkan pada
output hasil analisis menggunakan VIF (lihat output analisis pada tabel Collinearity Statistic) menunjukkan
bahwa harga koefisien VIF untuk semua variable inpenden < 10. Dengan
demikian dinyatakan bahwa tidak terjadi multikolinearitas.
5.
Uji
Koefisien Determinasi
Koefisien
determinasi (R2) berguna untuk mengukur seberapa besar peranan variabel independen secara bersama - sama
menjelaskan perubahan yang terjadi
pada variabel dependen yaitu jumlah penduduk miskin.
Tabel
5.
Hasil Uji Koefisien Determinasi
Model
|
R
|
R Square
|
Adjusted R Square
|
1
|
.816a
|
.666
|
.275
|
Berdasarkan
tabel 4.10 diatas, dapat dilihat bahwa nilai koefisien determinasi (R2)
dari R Square adalah sebesar 0,666 atau 66,6% sehingga dapat disimpulkan bahwa
66,6% jumlah penduduk miskin di Provinsi Sulawesi Selatan dapat dijelaskan oleh
variabel pertumbuhan ekonomi, angkatan kerja tidak
terdidik, inflasi, investasi PMA dan PMDN, indeks pembangunan manusia dan
jumlah penduduk, sedangkan 33,4% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak
diperhatikan pada penelitian ini.
6.
Uji
Regresi Linear Berganda
Tabel
5.
Hasil
Uji Regresi Linear Berganda
Model
|
Unstandardized Coefficients
|
||
B
|
Std. Error
|
||
1
|
(Constant)
|
45.250
|
15.766
|
X1
|
-3.901
|
2.611
|
|
X2
|
-2.411
|
2.226
|
|
X3
|
1.401
|
.536
|
|
X4
|
.045
|
.110
|
|
X5
|
.016
|
.000
|
|
X6
|
16.322
|
10.938
|
|
X7
|
-.574
|
4.795
|
Berdasarkan tabel 5, maka didapatlah bentuk
persamaan regresi linear berganda sebagai berikut:
Y = 45,250 - 3,901X1 -
2,411X2 + 1.401X3 + 0.045X4 + 0,016X5 + 16.322X6 -0,574X7+e
Maka disimpulkan:
1)
α = 45,250, berarti bahwa tanpa ada pengaruh
dari variabel yang diteliti yakni pertumbuhan
ekonomi, angkatan kerja tidak terdidik, inflasi, investasi, indeks pembangunan
manusia, dan jumlah penduduk maka jumlah penduduk miskin di Provinsi Sulawesi
Selatan sebesar 45,25%. Interpretasi hasil regresi, yaitu jumlah penduduk
miskin (Y) adalah sebesar 45,250
dengan asumsi variabel – variabel independen dianggap konstan.
2)
β1 = -3,901. Nilai
koefisien regresi pertumbuhan ekonomi sebesar -3,901.
Hal ini menunjukkan bahwa setiap 1% pertumbuhan ekonomi, maka akan diikuti oleh
penurunan jumlah penduduk miskin 3.901 jiwa dan sebaliknya setiap penurunan
pertumbuhan ekonomi 1% maka akan diikuti oleh peningkatan jumlah penduduk
miskin 3.901 dengan asumsi variabel angkatan kerja tidak terdidik, inflasi,
investasi PMA dan PMDN, IPM dan jumlah penduduk dianggap konstan.
3)
β2 = -2,411. Nilai
koefisien regresi angkatan kerja tidak terdidik sebesar -2,411.
Hal ini menunjukkan bahwa setiap 1% angkatan kerja tidak terdidik, maka akan
diikuti oleh penurunan jumlah penduduk miskin 2,411 jiwa dan sebaliknya setiap
penurunan angkatan kerja tidak terdidik 1% maka akan diikuti oleh peningkatan
jumlah penduduk miskin 3.901 dengan asumsi variabel pertumbuhan ekonomi,
inflasi, investasi PMA dan PMDN, IPM dan jumlah penduduk dianggap konstan.
4)
β3 = 1,401. Nilai
koefisien regresi inflasi sebesar 1,401. Hal ini
menunjukkan bahwa setiap 1% inflasi, maka akan diikuti oleh peningkatan jumlah
penduduk miskin 1.401 jiwa dan sebaliknya setiap penurunan inflasi 1% maka akan
diikuti oleh peningkatan jumlah penduduk miskin 1.401 jiwa dengan asumsi variabel
pertumbuhan ekonomi, angkatan kerja tidak didik, investasi PMA dan PMDN, IPM
dan jumlah penduduk dianggap konstan.
5)
β4 = 0,045. Nilai
koefisien regresi investasi PMA sebesar 0,045. Hal ini menunjukkan bahwa setiap
1% investasi PMA, maka akan diikuti oleh peningkatan jumlah penduduk miskin 45
jiwa dan sebaliknya setiap penurunan investasi PMA 1% maka akan diikuti oleh peningkatan
jumlah penduduk miskin 45 jiwa dengan asumsi variabel pertumbuhan ekonomi,
angkatan kerja tidak didik, inflasi, investasi PMDN, IPM dan jumlah penduduk
dianggap konstan.
6)
β5 = 0,016. Nilai
koefisien regresi investasi PMDN sebesar 0,016. Hal ini menunjukkan bahwa
setiap 1% investasi PMDN, maka akan diikuti oleh peningkatan jumlah penduduk
miskin 16 jiwa dan sebaliknya setiap penurunan investasi PMA 1% maka akan
diikuti oleh peningkatan jumlah penduduk miskin 16 jiwa dengan asumsi variabel
pertumbuhan ekonomi, angkatan kerja tidak didik, inflasi, investasi PMA, IPM
dan jumlah penduduk dianggap konstan.
7)
β6 = 16,322. Nilai
koefisien regresi IPM sebesar 16,322. Hal ini menunjukkan bahwa setiap 1% IPM,
maka akan diikuti oleh peningkatan jumlah penduduk miskin 16 jiwa dan
sebaliknya setiap penurunan IPM 1% maka akan diikuti oleh peningkatan jumlah
penduduk miskin 16.322 jiwa dengan asumsi variabel pertumbuhan ekonomi,
angkatan kerja tidak didik, inflasi, investasi PMA dan PMDN, dan jumlah
penduduk dianggap konstan.
8)
β7 = -0.574. Nilai
koefisien regresi jumlah penduduk sebesar -0,574.
Hal ini menunjukkan bahwa setiap 1% jumlah penduduk, maka akan diikuti oleh
penurunan jumlah penduduk miskin 574 jiwa dan sebaliknya setiap penurunan
jumlah penduduk maka akan diikuti oleh peningkatan jumlah penduduk miskin 3.901
dengan asumsi variabel pertumbuhan ekonomi, angkatan kerja tidak terdidik,
inflasi, investasi PMA dan PMDN, dan IPM.
7. Uji T
Uji T dimaksudkan untuk mengukur besarnya
pengaruh secara parsial dari variabel bebas yaitu pertumbuhan ekonomi (X1),
angkatan kerja tidak terdidik (X2), inflasi (X3),
investasi (PMA (X4) dan PMDN(X5)), indeks pembangunan
manusia (X6), dan jumlah penduduk (X7) terhadap variabel
terikat yakni jumlah penduduk miskin di Provinsi Sulawesi Selatan (Y).
Tabel 7.Hasil
Uji Parsial (Uji t)
Model
|
t
|
Sig.
|
||
1
|
(Constant)
|
2.870
|
.028
|
|
X1
|
-1.494
|
.035
|
||
X2
|
-1.083
|
.048
|
||
X3
|
2.614
|
.040
|
||
X4
|
.411
|
.695
|
||
X5
|
.124
|
.901
|
||
X6
|
1.492
|
.031
|
||
X7
|
-.120
|
.909
|
Dari tabel
diatas ditarik kesimpulan bahwa variabel pertumbuhan ekonomi (X1), angkatan kerja tidak
terdidik(X2), inflasi (X3) dan indeks pembangunan
manusia (X6) berpengaruh
signifikan terhadap jumlah penduduk miskin sedangkan investasi PMA (X4), PMDN (X5) dan jumlah penduduk (X7) berpengaruh tidak
signifikan terhadap jumlah penduduk miskin di Provinsi Sulawesi Selatan.
8.
Uji
F
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
secara simultan antara pertumbuhan ekonomi (X1),
angkatan kerja tidak terdidik (X2),
inflasi (X3), investasi
(PMA (X4) dan PMDN(X5)), indeks pembangunan
manusia (X6), dan jumlah
penduduk (X7) terhadap
variabel terikat yakni jumlah penduduk miskin di Provinsi Sulawesi Selatan (Y).
Tabel 8. Hasil Pengujian Secara
Simultan (Uji F)
Model
|
F
|
Sig.
|
|
1
|
Regression
|
5.923
|
.023a
|
Residual
|
|
|
|
Total
|
|
|
Berdasarkan
tabel disimpulkan bahwa variabel pertumbuhan ekonomi, angkatan kerja tidak
terdidik, inflasi, investasi PMA dan PMDN, indeks pembangunan manusia, dan
jumlah penduduk miskin secara bersama-sama (simultan) berpengaruh secara
signifikan terhadap jumlah penduduk miskin.
Hasil pengujian
hipotesis pertama diperoleh hasil bahwa pertumbuhan ekonomi mempunyai pengaruh
signifikan terhadap jumlah penduduk miskin, bahwa setiap peningkatan
pertumbuhan ekonomi akan mengurangi jumlah penduduk miskin. Hal tersebut sesuai
dengan hasil penelitian yang dilakukan Aria Widiastuti (2010). Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan jumlah
penduduk miskin sesuai dengan harapan adanya efek menetes ke bawah (trickle down effect), dimana pertumbuhan
ekonomi diyakini mampu mengatasi masalah-masalah pembangunan antara lain
masalah kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan peningkatan output secara
nasional, output akan meningkat apabila faktor-faktor produksi pembentuknya
juga mengalami peningkatan baik secara kualitas maupun kuantitas. Salah satu
faktor produksi yang dibutuhkan dalam meningkatkan output yaitu tenaga kerja.
Peningkatan produksi berarti menunjukkan peningkatan produktivitas, peningkatan
produktivitas berarti pendapatan tenaga kerjapun meningkat. Meningkatnya
pendapatan akan meningkatkan daya beli tenaga kerja sehingga mereka mampu
memenuhi kebutuhannya.
Hasil pengujian
hipotetis kedua diperoleh hasil bahwa angkatan kerja tidak terdidik mempunyai pengaruh dan
signifikan terhadap jumlah penduduk miskin, artinya peningkatan angkatan kerja
tidak terdidik berpengaruh signifikan terhadap jumlah penduduk miskin. Hal
tersebut terjadi dikarenakan pada angkatan kerja tidak terdidik tersebut
mayoritas mendapatkan pekerjaan walaupun upah tidak sesuai dengan UMR. Sadar
akan keterbatasan skill sehingga
angkatan kerja tidak terdidik akan siap bekerja apapun asal bisa memenuhi
kebutuhannya. Kerterbatasan akan skill ini
disebabkan akses akan pendidikan yang juga terbatas sehingga pengetahuan
memadai tidak didapatkan untuk mendapatkan jalan menuju pekerjaan yang layak.
Hasil pengujian
hipotetis ketiga diperoleh hasil bahwa inflasi
mempunyai pengaruh dan signifikan terhadap jumlah penduduk miskin,
artinya peningkatan inflasi berpengaruh signifikan terhadap jumlah penduduk
miskin. Hal
ini terutama disebabkan oleh meningkatnya angka inflasi karena Pemerintah menaikkan
harga bahan bakar Minyak (BBM) dalam negeri, diikuti dengan meningkatnya harga beras
selama kurun waktu tersebut. Tingginya pertumbuhan penduduk miskin di Provinsi Sulawesi
Selatan dimungkinkan diantaranya oleh kebijakan-kebijakan struktural seperti
meningkatnya harga BBM dan tarif listrik tersebut yang berdampak pada harga
yang melambung dan berujung pada kemiskinan yang menjerat masyarakat yang
berpenghasilan tetap.
Hasil pengujian
hipotetis keempat dan kelima diperoleh hasil bahwa PMA dan PMDN tidak mempunyai
pengaruh signifikan terhadap jumlah penduduk miskin. Olehnya itu perlu perbaikan pada beberapa tantangan internal
yang perlu ditangani sesegera mungkin untuk meningkatkan daya saing,
antara lain keterbatasan dalam penyediaan infrastruktur, ketersediaan energi,
sistem informasi dan perizinan yang perlu disederhanakan, perlunya peningkatan
harmonisasi berbagai perangkat peraturan pusat dan sinkronisasi antara
peraturan pusat dengan daerah, serta peningkatan penyebaran investasi agar
lebih merata. Hal tersebut menandakan perlunya peningkatan iklim investasi dan
usaha di Provinsi Sulawesi Selatan agar lebih kondusif.
Hasil pengujian
hipotetis keenam diperoleh hasil bahwa IPM mempunyai pengaruh signifikan
terhadap jumlah penduduk miskin. Dalam teori lingkaran kemiskinan Nurkse
dikatakan bahwa adanya keterbelakangan, ketidaksempurnaan pasar, dan kurangnya
modal menyebabkan rendahnya produktivitas. Rendahnya produktivitas
mengakibatkan rendahnya pendapatan yang mereka terima. Rendahnya pendapatan
akan berimplikasi pada rendahnya tabungan dan investasi. Rendahnya investasi
berakibat pada keterbelakangan (Mudrajat Kuncoro, 1997). Pendidikan disini
disebut sebagai solusi untuk memotong lingkaran kemiskinan ini. Dengan bekal
pendidikan, maka produktivitas akan meningkat, peningkatan produktivitas akan
meningkatkan pendapatan, peningkatan pendapatan mempertinggi kemampuan untuk
menabung, tabungan tinggi akan meningkatkan investasi dan investasi yang cukup
akan dijadikan modal kembali dalam proses pembangunan ekonomi.
Hasil pengujian
hipotetis ketujuh diperoleh hasil bahwa jumlah penduduk tidak mempunyai
pengaruh signifikan terhadap jumlah penduduk miskin, artinya peningkatan jumlah
penduduk tidak akan meningkatkan jumlah penduduk miskin. Hal tersebut tidak
sesuai dengan pemikiran Malthus dimana ia meyakini jika pertumbuhan penduduk
tidak dikendalikan maka suatu saat nanti sumber daya alam akan habis, dan
menyebabkan semakin parahnya kemiskinan. selain itu, menurut Sadono Sukirno
(1997) jumlah penduduk yang besar akan mengakibatkan banyaknya pengangguran dan
menurunnya produktivitas. Namun melihat dalam penelitian ini tentang kualitas
pembangunan penduduk yakni indeks pembangunan manusia yang berpengaruh maka
diyakini bahwa penduduk dalam penelitian ini berkualitas sehingga tidak akan
memberikan dampak pada peningkatan angka kemiskinan.
C.
HASIL PENELITIAN KUALITATIF
Dari ulasan
informan diketahui bahwa sebenarnya:
1. Sikap penuh perhitungan yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah sikap para pedagang kaki lima dalam melakukan
perhitungan modal dan laba, juga perhitungan dalam mengelola keuangan usahanya.
Sikap penuh perhitungan diterapkan oleh informan
pedagang kaki lima, hanya saja sekuat apapun perhitungan para informan jika
pendapatan lebih kecil dari total kebutuhan maka pada intinya sikap penuh
perhitungan ini tidak memiliki manfaat banyak. Tetapi jika menilik kembali,
seandainya para informan ini tidak memiliki sikap penuh perhitungan maka
pendapatan yang kecil ini lebih akan menyiksa mereka dalam pemenuhan
kebutuhannya.
2. Sikap menghargai waktu yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah sikap para pedagang kaki lima dalam memanfaatkan
waktu yang ada sebagai peluang untuk usahanya, termasuk sikap para PKL dalam
menentukan hari libur bekerja. Penelusuran informasi
yang didapat dari informan pedagang kaki lima menjelaskan bahwa mereka sangat
menghargai waktu dengan berjualan tanpa hari libur. Tetapi sikap ini tidak jua
melepaskan diri dari jerat kemiskinan karena sikap menghargai waktu ini untuk
keseharian bukan pada tingkat efektifitas waktu. Mereka tidak mengetahui bahwa
efektif waktu sehari berjualan harusnya menghasilkan lebih banyak pendapatan
karena waktu yang digunakan lebih banyak. Mereka lebih condong tepat waktu
ketempat berjualan tanpa memperhitungkan waktu yang dihabiskan berjualan lebih
banyak.
3. Sikap hemat mengacu pada sikap para
pedagang kaki lima dalam menyisihkan pendapatannya sebagai perwujudan estimasi
dan antisipasi atas kebutuhan-kebutuhan yang tidak diduga di masa yang akan
datang. Para pedagang kaki lima di Kabupaten Bone memiliki pendapatan yang
kecil sehingga tidak memungkinkan mereka untuk berhemat dan menabung karena
pendapatan mereka hanya untuk makan dan kebutuhan sehari-hari. Sedangkan
informan di Kota Makassar dan Kabupaten Gowa, cenderung bisa berhemat karena
jumlah pemasukannya lebih besar jika dibandingkan dengan pedagang kaki lima
yang berasal dari Kabupaten Bone. Mereka cenderung bisa menyisihkan pendapatan
untuk menabung atau membeli perhiasan emas.
4. Sikap
mampu
bersaing yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan para pedagang kaki
lima untuk mengatur strategi-strategi yang bisa menjadi nilai tambah untuk
usahanya. Informan pedagang kaki lima tidak memiliki ide yang bisa membuatnya
mampu bersaing dengan pedagang yang lain. Ini terjadi karena produk yang dijual
berasal dari sumber/distributor yang sama, sehingga ada kecenderungan menerima
dengan lapang dada apa yang dialaminya. Hal ini yang terjadi di Kabupaten Bone.
Sedangkan di Kabupaten Gowa dan Kota Makassar kecenderungan bersaing sangat kuat
untuk memperebutkan pelanggan, salah satunya dengan memberikan pelayanan yang
baik, dan menyediakan tempat duduk yang nyaman.
5. Sikap mandiri yang dimaksud mengacu
sikap para pedagang kaki lima untuk menghindari bantuan orang lain atau
pemerintah yang pada umumnya dalam bentuk pinjaman atau hutang. Pedagang kaki
lima umumnya belum bisa mandiri sepenuhnya, karena modal sehari-hari masih
mengandalkan orang lain hal ini terjadi di Kabupaten Bone. Tetapi untuk
pedagang kaki lima di lapangan Syekh Yusuf Kabupaten Gowa dan Jl. A.P Pettarani
Kota Makassar, mereka cenderung berpikir untuk mandiri tanpa bergantung pada
orang lain. Meskipun pada saat memulai usaha harus meminjam modal kepada orang
lain namun lambat laun ia bisa membayarnya dan menjalankan usahanya dengan
normal tanpa harus bergantung pada bantuan orang lain atau pemerintah.
6. Sikap memandang jauh masa depan
merujuk kepada pikiran-pikiran untuk hidup lebih baik dimasa yang akan datang
yang digambarkan dengan aktivitas-aktivitas saat ini yang merujuk pada masa
depan cerah. Sikap ini didapatkan dari para informan. Mereka sangat ingin masa
depan lebih cerah, olehnya itu mayoritas dari para informan pedagang kaki lima
menyekolahkan anak-anaknya agar kesulitan yang dialaminya tidak akan dialami
oleh generasi berikutnya. Mereka juga berpikir untuk hidup dan bekerja lebih
layak untuk masa tua, tetapi mereka tidak memiliki akses akan pekerjaan yang
lebih baik.
KESIMPULAN DAN
SARAN
A. Kesimpulan
1. Variabel
pertumbuhan ekonomi (X1),
angkatan kerja tidak terdidik(X2),
inflasi (X3) dan indeks
pembangunan manusia (X6)
berpengaruh signifikan terhadap jumlah penduduk miskin sedangkan investasi PMA
(X4), PMDN (X5) dan jumlah penduduk (X7) berpengaruh tidak
signifikan terhadap jumlah penduduk miskin di Provinsi Sulawesi Selatan.
2. Variabel-variabel bebas yakni pertumbuhan
ekonomi, angkatan kerja tidak terdidik, inflasi, investasi PMA dan PMDN, indeks
pembangunan manusia dan jumlah penduduk
secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap jumlah penduduk miskin sebesar
66,6% sedangkan sisanya sebesar 33,4% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak
dimasukkan dalam model estimasi.
3. Dalam
penelitian kualitatif, tersebutkan hal-hal yang berpengaruh terhadap miskin
tidaknya masyarakat yakni etos kerja. Dimana mayoritas responden menyatakan bahwa
bekerja hanya sebagai sarana untuk mencari uang, bukan sebagai kenikmatan atau
kebahagian. Sikap penuh perhitungan, sikap menghargai waktu, sikap hidup hemat,
sika mampu bersaing, sikap manmdiri dan sikap memandang jauh masa depan tidak
menjadi landasan dalam bekerja oleh sebagian pedagang kaki lima,
- Saran
1.
Pemerintah Sulawesi
Selatan harus mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan membuka lapangan
kerja guna menyerap tenaga kerja tidak terdidik
2.
Pemerintah diharapkan
mampu mengendalikan inflasi dan terus meningkatkan kualitas manusia dengan
peningkatan pada indeks pembangunan manusia
3.
pemerintah diharapkan
mencari upaya peningkatan investasi baik penanaman modal dalam negeri dan
penanaman modal asing dengan memperbaiki fasilitas umum, dan perbaikan dalam
pengurusan administrasi agar para penanam modal tertarik untuk menanamkan
modalnya
4.
Pemerintah Sulawesi
Selatan perlu memberikan stimulus dalam pemahaman kehidupan kepada masyarakat
bahwa hidup tidak hanya bertumpu pada pola konsumsi, tetapi juga dititikberatkan
pada menabung dan berinvestasi untuk masa depan. Pemerintah juga perlu
memberikan stimulus kepada masyarakat untuk menyadarkan masyarakat akan penting
pendidikan, melihat pada penelitian kualitatif mayoritas responden tidak
berpendidikan memadai karena kurangnya akses akan pendidikan yang berdampak
pada terbatasnya akses pada pekerjaan yang layak.
DAFTAR PUSTAKA
Anoraga, Panji. 1992. Psikologi
Kerja; PT Rineka Cipta: Jakarta.
BPS.
2014. Sulawesi Selatan Dalam Angka.
Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan
Bradley R.Schiller. 1885. The Economics of Poverty and
Discrimination.
Gujarati, D. 2003. Ekonometrika Dasar. Alih Bahasa Sumarno
Zain. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Gunawan, R. Sudarmanto.
2013. Statistik Terapan Berbasis
Komputer, Dengan Program IBM SPSS Statistik 19. Jakarta: Penerbit Mitra
Wacana Media.
Hasibuan Malayu. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta:
PT. Bumi Aksara.
Kusnan, Ahmad. Analisis Sikap Iklim Organisasi, Etos kerja
dan Disiplin Kerja dalam Menentukan Efektifitas Kinerja Organisasi di Garnizun
Tetap III Surabaya; Laporan Penelitian; http://www.damandiri.or.id/index.php. Diakses pada 27 Januari 2015.
Maipita, Indra. 2014. Mengukur
Kemiskinan dan Distribusi Pendapatan. UPP STIM YKPN. Yogyakarta.
Mulyadi, S. 2014. Ekonomi Sumber Daya Manusia dalam Perspektif
Pembangunan. Jakarta. Rajawali Pers
Novliandi, Ferry. 2009. Hubungan Antara
Organization-Based Self-Esteem Dengan Etos Kerja. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Priyono Pratomo, Eko dan
Ubaidillah Nugraha. 2009. Reksa Dana:
Solusi Perencanaan Investasi di Era Modern. Edisi Revisi kedua. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Putong, Iskandar dan ND
Anjaswati. 2008. Pengantar Ekonomi Makro.
Edisi Pertama. Jakarta: Mitra Wacana Media.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods).
Bandung: Penerbit Alfabeta
Sinamo, Jansen. 2005. Delapan Etos Kerja Professional; Navigator
Anda Menuju Sukses. Grafika Mardi Yuana, Bogor
Sukirno, Sadono.
1997. Pengantar
Teori Mikro Ekonomi. Edisi Kedua, Cetakan Kesembilan.
Jakarta. PT. Rajawali Grafindo Persada.
Situmorang Johnny. 2011. Menguak Iklim Investasi Indonesia
Pascakrisis. Jakarta. Penerbit Erlangga.
Trihendradi, C. 2009. Step By Step SPSS 16 Analisis Data Statistik.
Jogjakarta. Penerbit Andi.
Wahid
Sulaiman. 2004. Analisis-Analisis Regresi menggunakan SPSS. Yogyakarta : ANDI.
Weber, Max. 1958. The Protestant Ethnic and the Spirit of
Capitalism. Tranlated by Talcott Parson. Charles Scribner’s Sons. New York
World bank. 2000. World Development Report 2000/2001:
Attacking Poverty. Washington, DC: World Bank
Tidak ada komentar:
Posting Komentar